BAB I
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Penggunaan baja dalam dunia industri, Bahan material baja adalah bahan paling banyak digunakan, selain jenisnya bervariasi, kuat, dan dapat diolah atau dibentuk menjadi berbagai macam bentuk yang diinginkan juga ditentukan oleh nilai ekonominya, tetapi yang paling penting adalah karena sifat-sifatnya yang bervariasi, yaitu bahwa bahan tersebut mempunyai sifat dari yang paling lunak dan mudah dibuat sampai yang paling keras dan tajam misalnya untuk pisau pemotong dan lain-lainya, bahkan bentuk-bentuk yang lebih rumit juga dapat dibuat. Oleh sebab itu, baja sering disebut bahan yang kaya dengan sifat-sifat.
Pada umumnya bahan yang digunakan sangat banyak jenisnya, dimana komposisi kimia, sifat mekanis, ukuran, bentuk dan sebagainya dispesifikasikan untuk masing-masing penggunaan. Salah satu jenis baja yang paling banyak digunakan adalah baja rendah. Baja karbon Rendah memiliki kadar karbon antara 0,3% sampai 0,6% yang bersifat lebih kuat dan keras, dan dapat dikeraskan. Salah satu spesifikasi baja karbon rendah yaitu ST 40, baja ini cukup banyak digunakan untuk pengelasan dengan berbagai jenis sambungan dengan berbagai metode las. Sifat mampu lasnya (weldability) yang baik memberikan kemudahan pengelasan untuk menghasilkan logam lasan yang berkualitas baik. Dalam bentuk kekuatan, ketangguhan dan sebagainya..
Agar pengunaan nya sesuai dengan kondisi yang diperlukan, maka bahan harus disambung melalui beberapa cara seperti penyambungan dengan baut atau paku keeling, sambungan yang lebih dan tahan terhadap beban-beban salah satunya dengan cara pengelasan ( Welding ), Hal yang paling memungkinkan dari akibat proses pengelasan adalah timbulnya lonjakan tegangan yang lebih besar jika dibandingkan dengan sambungan pada mur baut atau paku keling. Hal ini disebabkan karena terjadinya perubahan sifat-sifat bahan pada sambungan terutama pada daerah terpengaruh panas atau HAZ (Heat Affected Zone), karena daerah tersebut adalah daerah logam yang bersebelahan dengan daerah logam las yang selama proses mengalami siklus termal pemanasan dan pendinginan cepat. Kemungkinan yang lain adalah penurunan kekuatan mekanis pada sambungan las, yang terjadi akibat terlalu banyak atau terlalu sedikitnya unsur pada kawat pengisi (filler) sehinggga dapat mengakibatkan timbulnya keretakan.
Berdasarkan uraian di atas, salah satu yang menjadi perhatian adalah pengaruh dari jenis elektroda yang digunakan dalam proses pengelasan terhadap sifat fisis dan mekanis dari logam yang dilas. Untuk mengetahuinya, maka dilakukan pengujian sifat fisis dan mekanis, yang dalam hal ini dilakukan pada logam baja karbon dari hasil pengelasan dengan dua jenis elektroda yang berbeda. Sehingga dalam penulisan Tugas Akhir ini, penulis mengambil judul “PENGARUH JENIS ELEKTRODA PADA HASIL PENGELASAN PELAT ST 40 DENGAN KAMPUH V TUNGGAL TERHADAP STRUKTUR MIKRO DAN KEKUATAN TARIKNYA”.
1.2. Rumusan Masalah
Proses pengelasan digunakan untuk penyambungan bahan, sehingga diharapkan untuk mendapatkan hasil pengelasan yang baik dan maksimal. Pengetahuan dari jenis pengelasan, cara pengelasan, jenis sambungan dan elektroda yang digunakan akan menentukan hasil dari pengelasan, dimana hal-hal tersebut penentuannya didasarkan oleh material atau logam yang akan dilas. Berdasar uraian tersebut, yang menjadi perhatian adalah pengaruh jenis elektroda pengelasan terhadap stuktur mikro dan kekuatan tarik logam yang dilas. Selanjutnya untuk mengetahui apakah hasil dari pengelasan tersebut benar-benar baik dan maksimal sehingga dapat untuk diterapkan dalam penggunaan, maka diperlukan pengujian hasil lasan.
1.3. Batasan Masalah
Mengingat sangat kompleknya penelitian dalam pengelasan, maka penulis membatasi permasalahan agar pembahasannya dapat lebih terfokus. Adapun batasan-batasan masalahnya adalah sebagai berikut:
- Material logam yang digunakan adalah pelat baja karbon ST 40.
- Elektroda yang digunakan adalah jenis E6013 dan E7016 standar ASTM (American Society for Testing Material) yang didasarkan pada standar asosiasi las Amerika Serikat AWS (American Welding Society).
- Proses pengelasan yang digunakan adalah las dengan elektroda terbungkus atau SMAW (Shielded Metal Arc Welding).
- Jenis kampuh untuk spesimen lasnnya adalah V tunggal.
- Pengujian yang dilakukan:
- Pengujian struktur mikro, dilakukan untuk spesimen hasil pengelasan dengan elektroda E6013 dan spesimen hasil pengelasan dengan elektroda E7016.
- Pengujian tarik dan bending, dilakukan untuk spesimen tanpa pengelasan (raw material), spesimen hasil pengelasan dengan elektroda E6013 dan spesimen hasil pengelasan dengan elektroda E7016.
1.4. Tujuan Penelitian
Tujuan penelitian ini adalah sebagai berikut:
- Mengetahui struktur mikro spesimen hasil pengelasan dengan elektroda E6013 dan E7016.
- Mengetahui kekuatan tarik, kekuatan luluh, regangan, modulus elastisitas
- Mengetahui jenis elektroda mana yang baik dan cocok digunakan dalam pengelasan ST 40 dengan kampuh V tunggal.
- Mengetahui Tegangan Lentur, Regangan Lentur, Modulus lentur,dari berbagai jenis Elektroda.
1.5. Manfaat Penelitian
Manfaat penelitian ini adalah sebagai berikut:
- Pengembangan Akademis
- Dengan penelitian ini penulis dapat menerapkan ilmu dan pengetahuan yang telah dipelajari sehingga dapat mengetahui secara teknis tentang pengelasan baja.
- Penulis dapat memberikan hasil penelitian yang telah dilakukan, yang diharapkan akan dapat menambah pengetahuan ilmu logam, khususnya tentang pengelasan jenis elektroda terbungkus menggunakan kampuh V tunggal pada ST 40.
- Pengembangan Industri
Hasil dari penelitian ini diharapkan dapat memberikan konstribusi pada dunia pengelasan, khususnya untuk ST 40, yang pada akhirnya dapat bermanfaat untuk kemajuan dunia industri dan teknologi.
1.6. Sistematika Penulisan
Laporan penelitian Tugas Akhir ini disusun dengan sistematika penulisan sebagai berikut:
Bab I.Pendahuluan
Berisi tentang latar belakang, rumusan masalah, batasan masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian, dan sistematika penulisan.
Bab II.Tinjauan Pustaka
Berisi tentang tinjauan pustaka dan uraian teori-teori tentang; baja, pengelasan, metalurgi dalam pengelasan, pengamatan struktur mikro dan pengujian tarik.
Bab III .Metode Penelitian
Berisi tentang diagram alir dan uraian tahap-tahap dalam penelitian, yaitu; tahap studi literatur dan studi lapangan, tahap penyiapan bahan dan alat kerja, tahap pembuatan spesimen, tahap pelaksanaan pengujian dan tahap pengambilan data hasil pengujian
Bab IV .Hasil Penelitian dan Pembahasan
Berisi tentang data-data hasil pengujian, struktur mikro, uji tarik. Dan uji tekuk,Kemudian menganalisa data-data tersebut sesuai jenis pengujiaannya. Analisa dan pembahasan dilakukan berdasarkan referensi dari buku dan kenyataan teknis di lapangan.
Bab V Kesimpulan dan Saran
Berisi tentang kesimpulan. Selanjutnya penulis dapat memberikan saran yang membangun.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Dasar Teori
Pengelasan adalah proses penyambungan antara dua bagian logam atau lebih dengan menggunakan energi panas yang menyebabkan logam disekitar lasan mengalami sirkulasi thermal, sehingga logam disekitar lasan mengalami perubahan metalurgi yang rumit, deformasi dan tegangan-tegangan thermal. Hal ini erat hubungannya dengan ketangguhan, cacat las dan retak serta mempunyai pengaruh yang fatal terhadap keamanan dari kontruksi yang di las.
Adanya energi panas yang diterima oleh logam pada proses pengelasan mengakibatkan perubahan-perubahan mulai dari struktur mikro sampai dengan ekspansi dan kontruksi secara mikro. Perubahan struktur mikro ini, akan berpengaruh pada sifat-sifat mekanik logam tersebut. Sifat-sifat mekanik ini diantaranya adalah kekuatan, keuletan, ketangguhan, dan kekerasan.
Pada sambungan las, patah-getas menjadi lebih penting karena adanya faktor-faktor yang mendukungnya, seperti konsentrasi tegangan yang tidak sesuai dan adanya cacat lasan. Untuk mempertinggi keamanan las terutama pada sambungan las, diperlukan adanya penilaian kekuatan daerah las.
Untuk menilai kekuatan daerah las, perlu adanya pengujian dengan mempertimbangkan faktor-faktor dinamisnya yang mempengaruhinya, seperti kecepatan regang, takik, tebal plat, tegangan sisa, konsentrasi tegangan dan regangan, kesemua ini dapat terlihat apabila dilakukan pengujian dalam skala besar, baik dalam jumlah maupun dimensi. Akan tetapi dipandang dari sudut ekonomis, hal ini tidak mungkin dilakukan. Oleh karena itu, agar kekuatan daerah las dapat terukur, dibuatlah pengujian dalam skala kecil yang distandarkan yaitu pengujian tarik dan pengujian tekuk. Tujuan pengujian ini untuk mengetahui seberapa besar perubahan kekuatan pada logam akibat proses pengelasan.
Pengelasan merupakan suatu proses pengerjaan logam, pengerjaan logam dapat mempengaruhi secara mikro maupun makro dari logam tersebut. Artinya bahwa setiap logam yang mendapat proses pengerjaan logam, dalam hal ini pengelasan, akan mengalami perubahan.
Perubahan yang terjadi salah satunya adalah perubahan kekuatan dari logam yang mengalami proses pengerjaan logam. Untuk mengetahui seberapa besar perubahan yang terjadi, yaitu membandingkan dengan bahan atau logam sebelum proses pengerjaan logam (pengelasan).
Mengelas bukan hanya memanaskan dua bagian benda sampai mencair dan membiarkan membeku kembali, tetapi membuat lasan yang utuh dengan cara memberikan bahan tambah atau elektroda pada waktu dipanaskan sehingga mempunyai kekuatan seperti yang dikehendaki. Kekuatan sambungan las dipengaruhi beberapa faktor antara lain: prosedur pengelasan, bahan, elektroda dan jenis kampuh yang digunakan.
2.2 . Atom Dan Struktur Logam
Pengertian bahan dalam teknik adalah benda dengan sifat-sifatnya yang lekas dimanfaatkan dalam bangunan, mesin, peralatan ataupun produk. Contoh : logam, keramik, semi konduktor, polimer (plastik), serat, kayu pasir, batu, dll.
Adapun beberapa pengelompokan bahan meliputi :
Ø Bahan logam, terdiri dari : besi, baja dan paduannya (ferrous); bahan bukan besi dan paduannya (nonferous) seperti aluminiun, tembaga, nikel, dll.
Ø Bahan bukan logamBahan bukan logam inorganik, seperti mineral, semen, keramik, dan grafit.Bahan bukan logam organik, seperti plastik, kayu, kertas, karet.
Kekuatan ikatan diantara atom-atom dalam molekul, bergantung pada jenis atom dan jumlah ikatan. Juga karena distorsi dapat terjadi pada unit yang terpolarisasi tinggi yang berdekatan, maka akan ada variasi dalam energi dan panjang ikatan.
Ada beberapa kriteria yang mungkin berpengaruh terhadap kekuatan suatu bahan, yaitu :
- Sifat mekanik, meliputi : modulus elastis, batas mundur, kekuatan tarik, keuletan, daya tahan terhadap tekuk, torsi, geser, dll.
- Sifat-sifat yang diperlikan selama proses pembentukan, meliputi : mampu mesin, mampu las, mampu tempa, karakteristik pengerjaan panas dan dingin.
- Sifat-sifat penting sehubung pengaruh lingkungan, meliputi : daya tahan terhadap korosi, panas, aus, pelapukan, dll.
2.2.1. Ikatan Molekul
Ikatan antar atom ada dalam semua benda padat. Ikatan ini menyediakan kekuatan dan sifat listrik dan panas yang terkait. Sebagai contoh, ikatan kuat mengarah pada titik lebur yang tinggi, modulus elastisitas yang tinggi , jarak antar atom yang dekat dan koefisien eksponen thermal yang rendah, juga terdistribusi pada kekerasan dan kekuatan yang tinggi.
Pola ikatan yang berbeda mengarah pada struktur molekular atau lebih luasnya struktur tiga dimensi. Untuk mengamati struktur ini, diperlukan pengujian peran elektron valensi pada ikatan primer – ionik, kovalen dan logam – dari detail
yang cukup kita dapat mengantipasi pengaruh elektron pada jarak antaratom dan koordinasi atomik.
Meskipun pada molekul diatomik terdapat ikatan koordinasi dari dua atom saja, kebanyakan bahan menyangkut koordinasi dari beberapa atom menjadi suatu struktur yang terintegrasi. Dua faktor utama, jarak interatomik merupakan faktor penting, oleh karena itu perlu dibahas secara terperinci Gaya tarik-menarik antar-atom, yang telah dibahas dalam pasal sbelumnya, mengikat atom-atom tersebut, tetapi apakah sebetulnya yang menghalangi lebih merapatnya atom-atom tersebut. Kita telah mengetahui bahwa disekitar inti atom terdapat “ruang kosong”. Hal ini dapat dibuktikan oleh kenyataan bahwa neutron dapat bergerak..
Ruang diantara atom-atom ditimbulkan oleh gaya tolak-menolak antar atom disamping gaya tarik-menarik antar atom. Gaya tolak-menolak disebabkan oleh jarak yang sangat dekat antara dua atom sehingga terlalu banyak elektron menempati lokasi interaksi. Jarak seimbang tercapai bila gaya tarik-menarik dan tolak-menolak sama besar.
2.2.2. Ikatan Kovalen
Gaya primer kedua adalah ikatan kovalen. Seperti yang telah diketahui, struktur elektron dari suatu atom relatif stabil jika memiliki delapan elektron pada kulit terluar (kecuali untuk kulit K yang telah stabil dengan dua elektron). Bilangan ini dapat dicapai apabila atom-atom yang berdekatan berbagai elektron.
Ikatan kovalen memberikan gaya tarik yang kuat diantara atom-atom dapat dibuktikan oleh intan, materi terkeras yang ditemukan di alam, yang seluruhnya tersusun dari karbon. Setiap atom karbon memiliki empat elektron pada kulit terluar, yang terbagi dengan empat atom berdekatan, membentuk pola-pola geometris tiga dimensi yang seluruhnya terikat oleh pasangan kovalen.
Kekuatan ikatan kovalen dalam karbon ditunjukkan tidak hanya oleh tingginya kekerasan intan, namun ekstrimnya suhu yang mampu diberikan sebelum strukturnya diganggu oleh energi thermal. Walaupun ikatan kovalen kuat, tidak semua materi dengan ikatan kovalen memiliki titik lebur dan titik didih yang tinggi atau kekuatan yang besar.
Pada baja ada berbagai macam fasa yang mungkin terbentuk akibat suatu proses heat treatment. Diman setiap fasa yang terbentuk memiliki sifat – sifat khusus. Ferit mempunyai sel satuan kubus pusat badan atau Body Centered Cubus Menunjukkan molar yang jelas dan menjadi getas pada temperatur rendah. Austenit mempunyai sel satuan kubus pusat muka atau Fase Centered Cubus. Menunjukkan titik molar yang jelas tanpa kegetasan pada keadaan dingin. Akan tetapi kalau berupa fasa menstabil biasa berubah pada temperature rendah dengan pengerjaan matensit adalah fasa larutan padat lewat jenuh dari carbon.
Dalam sel satuan tetragonal pusat badan atau Body Centered Tetragonal makin tinggi derajat kelewat jenuhan carbon makin besar perbandingan satuan sumbu sel satuannya matensit tersebut, bainit mempunyai sifat – sifat antara lain martensit dan ferit.Sesuai dengan keaneka ragaman strukturnya maka dapat diperoleh berbagai sifat baja termasuk kekuatan dan keuletan, faktor – faktor yang menentukan sifat – sifat mekanik adalah macam fasa adalah unsur paduan dalam fasa banyak fasa ukuran dan bentuk senyawa untuk mendapatkan sifat–sifat mekanik yang didinginkan perlu mendapat struktur yang cocok dengan komponen kimia dan perlakuan panas yang tepat.
2.2.3. Sifat Atom
Pada material padat, atom-atom saling terikat. Ikatan inilah yang memberikan kekuatan dan menentukan sifat-sifat dari material tersebut. Sebagai contoh ikatan yang kuat akan mengakibatkan titik cair yang tinggi, modulus elastis tinggi, dan koefisien muai yang rendah. Karena besar pengaruhnya terhadap sifat-sifat material tersebut, maka pada bab ini dibahas tentang atom dan ikatannya.
Pada ilmu material, atom dianggap sebagai satuan dari struktur intern. Dalam hal ini, bisa dijelaskan tentang atom sebagai berikut:
- Atom-atom terdiri dari Inti Elektron yang berputar mengelilingi inti, yang berkaitan dengan
Ø Karakteristik magnetic
Ø Kuantifikasi dari level energi
Catatan :
Ø inti terdiri dari proton dan neutron
Ø massa proton >>>> massa elektron
Ø proton bermuatan positif (+), elektron bermuatan negatif ( –), dan netron bermuatan netral.
- Suatu atom pada hakekatnya adalah netral Massa atom didasarkan pada massa proton
- Sifat atom erat kaitannya dengan jumlah elektron yang terdapat pada kulit (kulit terluar)
Ikatan Atom
Ikatan atom dikelompokkan pada dua, yakni ikatan Ikatan kuat (ikatan primer), dan ikatan lemah (ikatan sekunder). Ikatan kuat meliputi: ikatan ion (ikatan elektrovalen), ikatan kovalen (ikatan homopolar), dan ikatan logam (ikatan kovalen sesaat). Sedang ikatan lemah (ikatan sekunder), yakni ikatan van der walls.
Ikatan Kuat
Ikatan yang diakibatkan oleh gaya elektrostatis diantara atom-atom yang berikatan, karena adanya transfer elektron (agar timbul konigurasi octet atau dua) Akibat dari perpindahan elektron yang menerima jadi negatif dan melepaskan jadi positif.

Gambar 2.1. Ikatan Ion
2.2.4. Struktur Kristal
Kristal adalah susunan atom-atom yang mengatur diri secara teratur dan berulang pada pola tiga dimensi. Semua logam, sebagian besar keramik, dan beberapa polimer akan membentuk kristal ketika bahan tersebut membeku. Pola ini kadang-kadang menentukan bentuk luar dari kristal, contoh bentuk enam bunga salju, batu mulia,. Bagian terkecil dari struktur kristal yang berulang disebut sel satuan.

Gambar 2.2. (a) Kristal berbentuk pola (b) Kristal kubus
Kristal memiliki tujuh jenis sel satuan, diantaranya kubus, tetragonal, dan heksagonal. Secara umum logam memiliki sel satuan kubus dan heksagonal, sedangkan secara khusus besi atau baja memiliki sel satuan kubus.
Sel satuan kubus terdiri dari tiga jenis, yakni: kubus sederhana, kubus pusat badan, dan kubus pusat muka. Perubahan sel satuan pada baja akan merubah sifatnya, secara khusus sifat mekaniknya yang diakibatkan oleh berubahnya jumlah bidang dan sistem geser pada tiap sel satuan. Makin banyak bidang dan sistem geser maka atom makin mudah bergeser yang berarti baja besi makin lunak dan makin mudah dibentuk.
Setelah besi atau baja dibentuk menjadi benda kerja maka supaya memiliki kekerasan yang tinggi, benda kerja tersebut dipanaskan kembali sampai sel satuannya berubah kembali, kemudian di quench atau didinginkan mendadak pada air atau media pendingin lain. Setelah diquench, struktur mikro baja dalam hal ini besar butirnya akan halus karena tidak sempat berkembang, dan sel satuan berubah yang di dalamnya ada unsur karbon yang terjebak yang mengakibatkan medan tegangan pada atom-atom Fe disekitarnya sehingga Fe susah bergerak, dan akibatnya baja menjadi keras
Butir kristal tak sepenuhnya berbentuk polihedial tetapi dapat mempunyai bentuk yang berbeda, tergantung pada riwayat termal dan mekanik bahan utuh. Terjadinya berbagai struktur ditentukan oleh ukuran butir makin halus butir, makin keras bahan dan kekuatan luluh ketangguhan bahan juga makin tinggi.
2.3.Teknik Pengelasan
Secara konvensional cara-cara pengklasifikasian tersebut pada waktu ini dapat dibagi dalam dua golongan, yaitu berdasarkan cara kerjanya dan berdasarkan energi yang digunakan. Klasifikasi yang pertama membagi las dalam kelompok las cair, las tekan las patri dan lain sebagainya. Sedangkan klasifikasi yang kedua membedakan adanya kelompok-kelompok seperti las listrik, las kimia, las mekanik, dan lain sebagainya.
Berdasarkan cara kerjanya cara pengelasan terbagi menjadi tiga kelas utama yaitu sebagai berikut :
Ø Pengelasan cair adalah dimana sambungan dipanaskan sampai mencair dengan sumber panas dari busur listrik, atau semburan api gas yang terbakar.
Ø Pengelasan tekan adalah cara pengelasan di mana sambungan dipanaskan kemudian ditekan hingga menjadi satu.
Ø Pematrian adalah cara pengelasan di mana sambungan diikat dan disatukan dengan menggunakan paduan logam yang mempunyai titik cair rendah, dalam cara ini logam induk tidak turut mencair.
Cara pengelasan yang paling banyak digunakan dewasa ini adalah pengelasan cair dengan busur listrik (las busur listrik) dan gas (las gas).
Menurut Harsono Wiryosumarto bahwa untuk kontruksi baja umum proses pengelasan cair dengan busur (las busur listrik). Adapun jenis pengelasan cair dengan busur terbagi menjadi tiga yaitu :
Ø Las busur listrik dengan elektroda terbungkus.
Ø Las busur listrik dengan pelindung gas CO2.
Ø Las busur listrik terendam.
2.3.1. Las Busur Listrik Elektroda Terbungkus.
Las busur listrik adalah proses penyambungan logam dengan pemanfaatan tenaga listrik sebagai sumber panasnya. Menurut (Arifin,1997) las busur listrik merupakan salah satu jenis las listrik dimana sumber pemanasan atau pelumeran bahan yang disambung atau di las berasal dari busur nyala listrik. Las busur listrik dengan metode elektroda terbungkus adalah cara pengelasan yang banyak di gunakan pada masa ini, cara pengelasan ini menggunakan elektroda logam yang di bungkus dengan fluks. Las busur listrik terbentuk antara logam induk dan ujung elektroda, karena panas dari busur, maka logam induk dan ujung elektroda tersebut mencair dan kemudian membeku bersama.
. Dalam gambar 2.3 dapat dilihat dengan jelas bahwa busur listrik terbentuk di antara logam induk dan ujung elektroda, karena panas dari busur ini maka logam induk dan ujung elektroda tersebut mencair dan kemudian membeku bersama.

Gambar Gambar 2.3 Las busur dengan elektroda terbungkus
Prinsip proses pengelasan SMAW terlihat pada Gambar 2.3. Busur terbentuk di antara logam induk dan ujung elektroda yang menghasilkan panas sehingga logam induk dan ujung elektroda mencair kemudian membeku bersamaan. Bagian fluks yang mencair berfungsi sebagai penambah unsur paduan pada logam las dan sebagian besar menjadi terak di permukaan untuk melindungi logam yang masih panas dari kontamininasi atmosfir dan menghambat laju pendinginan
Proses pemindahan logam dari elektroda terjadi pada saat ujung elektroda mencair dan membentuk butir-butir yang terbawa oleh arus busur listrik. Jika arus listrik yang digunakan besar maka butiran logam cair yang terbawa menjadi halus, sebaliknya arus listrik yang kecil menyebabkan butiran logam cair yang terbawa menjadi kasar. Pola pemindahan logam cair mempengaruhi bentuk manik las dan kedalaman penetrasi. Sedangkan pola pemindahan cairandipengaruhi oleh besar kecilnya arus dan komposisi bahan fluks yang digunakan
Shielded Metal Arc Welding (SMAW) juga sering disebut sebagai stick welding. Hal ini dikarenakan elektroda nya yang berbentuk stick. Proses pengelasan ini adalah proses pengelasan yang relative paling banyak dan luas penggunaannya. Elektrode lasnya yang diselubungi flux mencair saat proses pengelasannya setelah mendapat input sumber listrik. Inilah yang menyebabkan terbentuknya gas dan slag yang melindungi busur las dan molten weld pool dari pengotor udara di sekelilingnya (disebut sebagai busur nyala/arc). Fluks juga akan memberi keuntungan seperti berfungsi sebagai deoksidator selain itu juga memberi efek paduan pada logam lasnya sehingga memperkuat logam las
Electric arc adalah arus elektron yang kontinu mengalir melalui media yang pendek antara dua elektrode (+ dan -) yang diketahui dengan terjadinya energi panas dan radiasi udara atau gas antara elektrode akan diionisir oleh elektron yang dipancarkan oleh katoda. Dua faktor yang mempegaruhi pancaran elektron :
Ø Temperatur
Ø Kekuatan medan listrik
Untuk menimbulkan arc, kedua elektroda dihubungkan singkat dengan cara disentuhkan lebih dahulu (arcstarting) dan pada bagian yang bersentuhan ini akan terjadi pemanasan (temperatur naik), hal ini mendorong terjadinya busur. Beberapa keuntungan SMAW :
Ø Peralatan yang digunakan tidak rumit, tidak mahal, dan mudah dipindahkan
Ø Elektrodenya telah terdapat flux
Ø Sensitivitasnya terhadap gangguan pengelasan berupa angin cukup baik
Ø Dapat dipakai untuk berbagai posisi pengelasan
Proses pemindahan logam elektroda terjadi pada saat ujung elektroda mencair dan membentuk butir-butir yang terbawa oleh busur listrik yang terjadi. Apabila digunakan arus listrik yang besar maka butiran logam cair yang terbawa menjadi halus seperti terlihat pada gambar 2.4 (a), sebaliknya bila arusnya kecil maka butirannya menjadi besar seperti terlihat pada gambar 2.4(b).

Gambar 2.4. Pemindahan logam cair
Pola pemindahan logam cair seperti diterangkan pada gambar 2.4 sangat mempengaruhi sifat mampu las dari logam. Secara umum dapat dikatakan bahwa logam mempunyai sifat mampu las tinggi bila pemindahan terjadi dengan butiran halus. Sedangkan pola pemindahan cairan dipengaruhi oleh besar kecilnya arus dan komposisi bahan fluks yang digunakan.
Selama proses pengelasan bahan fluks yang digunakan untuk membungkus elektroda, mencair dan membeku membentuk terak yang kemudian menutupi logam cair yang terkumpul di tempat sambungan dan bekerja sebagai penghalang oksidasi. Di dalam pengelasan ini hal yang penting adalah bahan fluks dan jenis listrik yang digunakan.
Untuk las busur listrik elektroda terbungkus, fluks memegang peranan penting karena fluks dapat berperan sebagai :
a) Pemantap busur dan penyebab kelancaran pemindahan butir-butir cairan logam.
b) Sumber terak atau gas yang dapat melindungi logam cair terhadap udara disekitarnya.
c) Pengatur penggunaan.
d) Sumber unsur-unsur paduan.
Las busur listrik elektroda terbungkus, busurnya ditimbulkan dengan menggunakan listrik arus searah (Direct Current) dan tenaga listrik arus bolak-balik (Alternating Current). Untuk tenaga listrik arus searah (Direct Current), arus listriknya dihasilkan oleh generator, dimana kutup positif (Katoda) dipasangkan pada tenaga las dan kutup negatif (Anoda) dipasangkan pada benda kerja. Sumber arus listrik untuk tenaga las arus bolak-balik (Alternating Current), diperoleh dengan cara membuat mesin las dengan kontruksi transformator yang khusus.
Berdasarkan sistem pengatur arus yang digunakan, mesin las busur listrik dengan tenaga arus bolak-balik (Alternating Current) dapat dibagi dalam empat jenis yaitu :
1. Jenis inti bergerak
2. Jenis kumparan bergerak
3. Jenis reaktor jenuh
4. Jenis saklar
2.4.Pemilihan Parameter Las.
2.4.1. Tegangan Busur Las.
Tingginya tegangan busur tergantung pada panjangnya busur yang dikehendaki dan jenis dari elektroda yang digunakan. Pada elektroda yang sejenis tingginya tegangan busur yang diperlukan berbanding lurus dengan panjang busur. Pada dasarnya busur listrik yang terlalu panjang tidak dikehendaki karena stabilitasnya mudah terganggu sehingga hasil pengelasannya tidak rata.
Disamping itu tingginya tegangan tidak banyak mempengaruhi kecepatan pencairan, sehingga tegangan yang terlalu tinggi hanya akan membuang-buang energi saja.
Energi panas yang dihasilkan melalui busur listrik dapat dihitung dengan menggunakan persamaan dibawah ini :

Dimana :
HI : Masukan Panas (Joule/cm)
E : Tegangan Busur (V)
I : Arus pengelasan (A)
V : Kecepatan Pengelasan (cm/menit)
Panjang busur yang dianggap baik kira-kira sama dengan garis tengah elektroda. Tegangan yang diperlukan untuk mengelas dengan elektroda bergaris tengah 3-6 mm, kira-kira antara 20-30 Volt untuk posisi datar, sedangkan untuk posisi tegak atau atas kepala biasanya dikurangi lagi dengan 2-5 Volt. Krstabilan busur dapat juga didengar dari kestabilan suaranya selama pengelasan. Sehubungan dengan panjang busur, hal yang paling sukar dalam las busur listrik dengan tangan adalah mempertahankan panjang busur yang tetap.
2.4.2. Penggunaan Arus Las.
Besaranya arus las yang diperlukan tergantung dari bahan dan ukuran dari bahan lasan. Geometri sambungan, posisi pengelasan, macam-macam elektroda dan diameter inti elektroda. Dalam hal daerah las mempunyai kapasitas panas yang tinggi maka sendirinya diperlukan arus las yang besar dan mungkin juga diperlukan pemanasan tambahan.
Arus las merupakan parameter las yang langsung mempengaruhi penembusan dan kecepatan pencairan logam induk. Makin tinggi arus las makin besar penembusan dan kecepatan pencairannya. Besar arus pada pengelasan mempengaruhi hasil las bila arus terlalu rendah maka perpindahan cairan dari ujung elektroda yang digunakan sangat sulit dan busur listrik yang terjadi tidak stabil. Panas yang terjadi tidak cukup untuk melelehkan logam dasar, sehingga menghasilkan bentuk rigi-rigi las yang kecil dan tidak rata serta penembusan kurang dalam. Jika arus terlalu besar, maka akan menghasilkan manik melebar, butiran percikan kecil, penetrasi dalam serta peguatan matrik las tinggi.
2.4.3. Kecepatan Pengelasan.
Kecepatan pengelasan tergantung dari bahan induk, jenis elektroda, geometris sambungan dan ketelitian sambungan. Dalam hal hubungannya dengan tegangan dan arus las, dapat dikatakan bahwa kecepatan las hampir tidak ada hubungannya dengan tegangan las tetapi berbanding lurus dengan arus las, karena itu pengelasan yang cepat memerlukan arus yang tinggi. Kecepatan pengelasan dapat dihitung dari data pengelasan dengan rumus :

Dimana :
V : Kecepatan Pengelasan (cm/menit)
L : Panjang Lasan (cm)
t : Waktu Pengelaan (menit)
Pada umumnya dalam pelaksanaan kecepatan selalu diusahakan setinggi-tingginya tetapi masih belum merusak kwalitas manik las. Pengalaman juga menunjukkan bahwa makin tinggi kecepatan makin kecil perubahan bentuk yang terjadi.
2.4.4. Besar Penembusan atau Penetrasi
Untuk mendapatkan kekuatan sambungan yang tinggi diperlukan penembusan atau penetrasi yang cukup. Sedangkan besarnya penembusan tergantung kepada sifat-sifat fluks, polaritas, besarnya arus, kecepatan las dan tegangan yang digunakan. Pada dasarnya makin besar arus las mkin besar pula daya tembusnya. Sedangkan tegangan memberikan pengaruh yang sebaliknya yaitu makin besar tegangan makin panjang busur yang terjadi dan makin tidak terpusat, sehingga panasnya melebar dan menghasilkan penetrasi yang lebar dan dangkal.
2.5. Struktur Mikro Daerah Las-Lasan
Daerah las-lasan terdiri dari tiga bagian yaitu: daerah logam las, daerah pengaruh panas atau heat affected zone disingkat menjadi HAZ dan logam induk yang tak terpengaruhi panas.
- Daerah logam las
Daerah logam las adalah bagian dari logam yang pada waktu pengelasan mencair dan kemudian membeku. Komposisi logam las terdiri dari komponen logam induk dan bahan tambah dari elektroda. Karena logam las dalam proses pengelasan ini mencair kemudian membeku, maka kemungkinan besar terjadi pemisahan komponen yang menyebabkan terjadinya struktur yang tidak homogen, ketidakhomogennya struktur akan menimbulkan struktur ferit kasar dan bainit atas yang menurunkan ketangguhan logam las. Pada daerah ini struktur mikro yang terjadi adalah struktur cor. Struktur mikro di logam las dicirikan dengan adanya struktur berbutir panjang (columnar grains). Struktur ini berawal dari logam induk dan tumbuh ke arah tengah daerah logam las (Sonawan, 2004).

Gambar 2.5 Arah pembekuan dari logam las
Dari Gambar 2.5 diatas ditunjukkan secara skematik proses pertumbuhan dari kristal-kristal logam las yang pilar. Titik A dari gambar adalah titik mula dari struktur pilar yang terletak dari logam induk. Titik ini tumbuh menjadi garis lebur dengan arah sama dengan sumber panas. Pada garis lebur ini sebagian dari logam dasar ikut mencair selama proses pembekuan logam las tumbuh pada butir-butir logam induk dengan sumbu kristal yang sama. Penambahan unsur paduan pada logam las menyebabkan struktur mikro cenderung berbentuk bainit dengan sedikit ferit batas butir, kedua macam struktur mikro tersebut juga dapat terbentuk, jika ukuran butir austenitnya besar. Waktu pendinginan yang lama akan meningkatkan ukuran batas butir ferit, selain itu waktu pendinginan yang lama akan menyebabkan terbentuk ferit Widmanstatten. Struktur mikro logam las biasanya kombinasi dari struktur mikro dibawah ini:
Ø Batas butir ferit, terbentuk pertama kali pada transformasi austenit-ferit biasanya terbentuk sepanjang batas austenit pada suhu 1000-6500C.
Ø Ferit Widmanstatten atau ferrite with aligned second phase, struktur mikro ini terbentuk pada suhu 750-6500C di sepanjang batas butir austenit, ukurannya besar dan pertumbuhannya cepat sehingga memenuhi permukaan butirnya.
Ø Ferit acicular, berbentuk intragranular dengan ukuran yang kecil dan mempunyai orientasi arah yang acak. Biasanya ferit acicular ini terbentuk sekitar suhu 6500C dan mempunyai ketangguhan paling tinggi dibandingkan struktur mikro yang lain.
Ø Bainit, merupakan ferit yang tumbuh dari batas butir austenit dan terbentuk pada suhu 400-5000C. Bainit mempunyai kekerasan yang lebih tinggi dibandingkan ferit, tetapi lebih rendah dibanding martensit.
Ø Martensit akan terbentuk, jika proses pengelasan dengan pendinginan sangat cepat, struktur ini mempunyai sifat sangat keras dan getas sehingga ketangguhannya rendah.
Seiring dengan gerak maju busur las yang sesuai dengan arah pengelasan, temperatur kawah las akan menurun, logam cair dan kemudian membeku yang selanjutnya disebut logam las pembekuan yang terjadi pada batas pencairan (Fusion Line) dimana temperaturnya relatif rendah. Pembekuan ini terganggu oleh adanya pencairan kembali akibat pengelasan jalur berikutnya, hal ini akan mengakibatkan adanya kantong-kantong logam cair yang pembekuaannya terganggu sehingga pada bagian inilah cendrung terdapat retak-retak.
Bagus tidaknya struktur logam las serta jalannya proses pembekuan tergantung pada pendinginan antara lebar rigi las dengan kedalaman penetrasiya. Apabila kedalaman penetrasi dan lebar rigi lebih dari satu, maka kantong-kantong logam cair akan terdapat pada bagian tengah-tengah penampang logam, sehingga terak gas dan kotoran-kotoran akan terkumpul.
- Daerah pengaruh panas atau heat affected zone (HAZ)
Daerah pengaruh panas atau heat affected zone (HAZ) adalah logam dasar yang bersebelahan dengan logam las yang selama proses pengelasan mengalami siklus termal pemanasan dan pendinginan cepat sehingga daerah ini yang paling kritis dari sambungan las. Secara visual daerah yang dekat dengan garis lebur las maka susunan struktur logamnya semakin kasar.
Pengelasan logam akan menghasilkan konfigurasi logam lasan dengan tiga daerah pengelasan yaitu pertama daerah logam induk merupakan daerah yang tidak mengalami perubahan mikrostruktur, kedua adalah daerah pengaruh panas atau disebut heat affected zone (HAZ) merupakan daerah terjadinya pencairan logam induk yang mengalami perubahan mikrostruktur karena pengaruh panas saat pengelasan dan pendinginan setelah pengelasan, daerah ketiga adalah daerah las merupakan daerah terjadinya pencairan logam dan dengan cepat kemudian mengalami pembekuaan.
Daerah pengaruh panas (HAZ) merupakan daerah yang paling kritis dari sambungan las, karena selain terjadi perubahan mikrostruktur juga terjadi perubahan sifat. Secara umum daerah pengaruh panas efektif dipengaruhi oleh lamanya pendinginan dan komposisi logam induk sendiri. Secara visual daerah yang dekat dengan garis lebur logam las maka susunan struktur logamnya semakin kasar. Secara skematis hubungan tinggi suhu dan daerah pengaruh panas efektif terlihat dengan semakin menurunnya suhu atau semakin jauh dari logam cair las. Secara detail dapat dilihat pada Gambar 2.6. Penampang lintang daerah
Pada daerah HAZ terdapat temperatur pemanasan mencapai daerah berfasa austenit dan ini disebut dengan transformasi menyeluruh yang artinya struktur mikro baja mula-mula ferit+perlit kemudian bertransformasi menjadi austenit 100%. Titik 3 menunjukkan temperatur pemanasan, daerah itu mencapai daerah berfasa ferit dan austenit dan ini yang disebut transformasi sebagian yang artinya struktur mikro baja mula-mula ferit+perlit berubah menjadi ferit dan austenit.
Daerah HAZ merupakan daerah paling kritis dari sambungan las, karena selain berubah strukturnya juga terjadi perubahan sifat pada daerah ini. Secara umum struktur dan sifat daerah panas efektif dipengaruhi dari lamanya pendinginan dan komposisi dari logam induk itu sendiri.

Gambar 2.6. penampang lintang HAZ
2.5.1. Diagram CCT (continuous cooling transformation)
Pada proses pengelasan, transformasi austenit menjadi ferit merupakan tahap yang paling penting karena akan mempengaruhi struktur logam las, hal ini disebabkan karena sifat-sifat mekanis material ditentukan pada tahap tersebut. Faktor-faktor yang mempengaruhi transformasi austenit menjadi ferit adalah masukan panas, komposisi kimia las, kecepatan pendinginan dan bentuk sambungan las. Struktur mikro dari baja pada umumnya tergantung dari kecepatan pendinginannya dari suhu daerah austenit sampai suhu kamar. Karena perubahan struktur ini maka dengan sendirinya sifat-sifat mekanik yang dimiliki baja juga akan berubah. Hubungan antara kecepatan pendinginan dan struktur mikro yang terbentuk biasanya digambarkan dalam diagram yang menghubungkan waktu, suhu dan transformasi, diagram tersebut dikenal
dengan diagram CCT (continuous cooling transformation).

Gambar 2.7. Diagram CCT untuk baja
Contoh diagram CCT ditunjukkan dalam gambar di atas, dari diagram di atas dapat dilihat bahwa bila kecepatan pendinginan naik berarti waktu pendinginan dari suhu austenit turun, struktur akhir yang terjadi berubah campuran ferit-perlit ke campuran ferit-perlit-bainit-martensit, ferit-bainit martensit, kemudian bainit-martensit dan akhirnya pada kecepatan yang tinggis ekali struktur akhirnya adalah martensit (Wiryosumarto, 2000).
.Diagram CCT seperti terlihat pada gambar 2.7, disini ditunjukan hubungan antara suhu mula dan suhu akhir transformasi dengan lama pendinginan dari 800oC untuk baja yang dipanaskan dengan cepat dan kemudian didinginkan dengan bermacam-macam kecepatan pendinginan. Garis putus-putus menunjukkan beberapa contoh siklus thermal las yang digabung dengan garis tebal dari diagram CCT seperti ditunjukkan dalam gambar 2.4, dapat menunjukkan tahap-tahap transformasi selama pendinginan dan dapat dipakai untuk meramalkan struktur akhir yang terbentuk.
2.5.2. Heat Input
Pencairan logam induk dan logam pengisi memerlukan energi yang cukup. Energi yang dihasilkan dalam operasi pengelasan dihasilkan dari bermacam-macam sumber tergantung pada proses pengelasannya. Pada pengelasan busur listrik, sumber energi berasal dari listrik yang diubah menjadi energi panas. Energi panas ini sebenarnya hasil kolaborasi dari arus las, tegangan las dan kecepatan pengelasan. Parameter ketiga yaitu kecepatan pengelasan ikut mempengaruhi energi pengelasan karena proses pemanasannya tidak diam akan tetapi bergerak dengan kecepatan tertentu.
Kualitas hasil pengelasan dipengaruhi oleh energi panas yang berarti dipengaruhi tiga parameter yaitu arus las, tegangan las dan kecepatan pengelasan. Hubungan antara ketiga parameter itu menghasilkan energi pengelasan yang sering disebut heat input. Persamaan dari heat input hasildari penggabungan ketiga parameter
Beberapa pengertian antara lain, jika kita menginginkan masukan panas yang tinggi maka parameter yang dapat diukur yaitu arus las dapat diperbesar atau kecepatan las diperlambat. Besar kecilnya arus las dapat diukur langsung pada mesin las. Tegangan las umumnya tidak dapat diatur secara langsung pada mesin las, tetapi pengaruhnya terhadap masukan panas tetap ada.
Untuk memperoleh masukan panas yang sebenarnya dari suatu proses pengelasan, persamaan satu dikalikan dengan efisiensi proses pengelasan (η) sehingga persamaannya menjadi:

2.6. Pengaruh Kekuatan Sambungan Las.
Daerah lasan terdiri dari empat bagian yaitu :
1. Logam lasan
2. Daerah pengaruh pengaruh panas
3. logam induk yang tidak dipengaruhi
4. daerah batas logam induk dengan las
Daerah lasan dapat dilihat pada gambar


Gambar 2.8. Daerah lasan
Ø Logam lasan
Logam lasan adalah bagian dari logam yang pada waktu pengelasan mencair dan keudian membeku.
Ø Daerah pengaruh panas (Heat Affeeced Zone)
Daerah pengaruh panas atau HAZ adalah logam dasar yang bersebelahan dengan logam las yang selama proses pengelasan mengalami siklus thermal pemanasan dan pendinginan cepat.
Ø Logam induk yang tidak terpengaruh
Logam induk yang tidak terpengaruh adalah bagian logam dasar dimana panas dan suhu pengelasan tidak menyebabkan terjadinya perubahan-perubahan struktur dan sifat.
Ø Daerah batas logam induk dengan logam las
Daerah batas las adalah daerah khusus yang membatasi antara logam las dan daerah pengaruh panas (HAZ).
Siklus thermal adalah proses pemanasan dan pendingianan yang cepat. Hal ini menyebabkan terjadinya perubahan-perubahan metalurgi yang rumit,
deformasi dan tegangan thermal. Hal ini erat hubungannya dengan ketangguhan, retak las dan sebagainya yang umumnya mempunyai pengaruh yang fatal terhadap keamanan kontruksi las.
Jika pengelasan dilakukan, logam disekitar las menjadi panas sehingga suhunya berfariasi pada luas lasan dan kemungkinan panas hanya mencapai 5000 F (2600 C) seperti terlihat pada gambar 2.9.

Gambar 2.9.. Derah suhu dalam luas lasan
Dengan demikian setiap proses pengelasan selalu memberi pengaruh panas dalam bentuk siklus pemanasan dan pendinginan pada suatu daerah yang merupakan daerah pengaruh panas yang berdampingan dengan daerah las. Pada daerah ini suhu serta kecepatan siklus pemanasan dan pendinginan makin rendah jika menjauhi batas las.
2.6.1. Reaksi Metalurgi yang Terjadi Dalam Logam Pembekuan
- Pemisahan.
Di dalam logam las terdapat tiga jenis pemisahan, yaitu : pemisahan makro, pemisahan gelombang dan pemisahan mikro. Pemisahan makro adalah perubahan komponen secara perlahan-lahan yang terjadi mulai dari sekitar garis lebur menuju ke garis sumbu las. Sedangkan pemisahan gelombang adalah perubahan komponen karena pembekuan yang terputus yang terjadi pada proses terbentuknya gelombang manik las. Pemisahan mikro adalah perubahan komponen yang terjadi dalam satu pilar atau dalam bagian dari satu pilar.
- Lubang-lubang Halus.
Lubang-lubang halus terjadi karena adanya gas yang tidak larut dala logam padat. Lubang-lubang tersebut disebabkan karena tiga macam cara pembentukan gas sebagai berikut : yang pertama adalah pelepasan gas karena perbedaan batas kelarutan antara logam cair dan logam padat pada suhu pembekuan, yang kedua adalah terbentuknya gas karena adanya reaksi kimia di dalam logam las dan yang ketiga penyusupan gas kedalam atmosfir busur.
Gas yang terbentuk karena perbedaan batas kelarutan dalam baja adalah gas hidrogen dan gas nitrogen, sedangkan yang terjadi karena rekasi adalah terbentuknya gas CO dalam logam cair dan yang menyusup adalah gas-gas pelindung atau udara yang terkurung dalam akar kampuh las.
- Proses Deoksidasai.
Sebenarnya hanya sejumlah kecil oksigen yang larut dalam baja, tetapi karena tekanan disosiasi dari kebanyakan oksida sangat rendah, maka pada umumnya akan terbentuk oksida-oksida yang stabil. Karena pengukuran yang tepat untuk mengetahui jumlah oksigen yang larut dalam baja sangat sukar, maka untuk melepaskan oksigen dari larutan biasanya dilakukan usaha-usaha seperti menghilangkan oksida. Proses menghilangkan oksida ini disebut proses deoksidasi.
Kadar oksigen dalam las sangat tergantung dari fluks yang digunakan. Ketangguhan logam las turun dengan naiknya kadar oksigen, karena itu harus selalu diusahakan agar logam las mempunyai kadar oksigen yang serendah-rendahnya. Usaha penurunan oksigen ini dapat dilakukan dengan menambah unsur-unsur yang bersifat deoksidasi seperti Si, Mn, Al dan Ti atau menaikkan kebasaan dari terak lasnya.
2.7. Elektroda (Kawat las).
Elektroda Pengelasan dengan menggunakan las busur listrik memerlukan kawat las (Elektroda) yang terdiri dari suatu inti terbuat dari suatu logam di lapisi oleh lapisan yang terbuat dari campuran zat kimia, selain berfungsi sebagai pembangkit, elektroda juga sebagai bahan tambah.

Gambar 2.10. Elektroda las
Elektroda terdiri dari dua jenis bagian yaitu bagian yang bersalut (fluks) dan tidak bersalut yang merupakan pangkal untuk menjepitkan tang las. Fungsi fluks atau lapisan elektroda dalam las adalah untuk melindungi logam cair dari lingkungan udara menghasilkan gas pelindung, menstabilkan busur, sumber unsur paduan. Pada dasarnya bila di tinjau dari logam yang di las, kawat elektroda dibedakan menjadi elektroda untuk baja lunak, baja karbon tinggi, baja paduan, besi tuang, dan logam non ferro. Bahan elektroda harus mempunyai kesamaan sifat dengan logam (Suharto; 1991).
Pemilihan elektroda pada pengelasan baja karbon sedang dan baja karbon tinggi harus benar-benar diperhatikan apabila kekuatan las diharuskan sama dengan kekuatan material. Berdasarkan logam induk yang dilas, maka jenis kawat elektrodanya dapat dibedakan menjadi: elektroda untuk baja lunak, baja karbon tinggi, baja paduan, besi tuang dan logam nonferro.Inti kawat (Core wire) terbuat dari logam seperti : besi tuang, baja, aluminium, perunggu atau logam lain tergantung logam yang akan dilas. Lapisan fluks (coating) terbuat dari campuran bahan kimia ditambah dengan adiktif lainnya yang sesuai dengan jenis pengelasan dan kekuatan yang diinginkan.
Ukuran umum panjang elektroda sekitar 14 inch (0,36 m) walaupun ada yang khusus untuk kebutuhan tertentu. Diameter dari logam intinya sekitar 2,4 mm - 6,4 mm. Diameter inti elektroda ditentukan oleh tebal plat yang akan disambung dan besar arus yang digunakan, elektroda berdiameter kecil untuk pengelasan arus rendah untuk menyambung plat yang tipis, sedang elektroda dengan diameter logam inti besar untuk pengelasan arus tinggi untuk menghasilkan deposit yang banyak khususnya untuk las posisi mendatar. Fungsi fluks atau lapisan elektroda dalam las adalah melindungi logam cair dari lingkungan udara, menghasilkan gas pelindung, menstabilkan busur, dan sumber padua
Penggolongan elektroda diatur berdasarkan standar sistem AWS (American Welding Society) dan ASTM (American Society Testing Material). Elektroda jenis E6013 dan E7016 dapat dipakai dalam semua posisi pengelasan dengan arus las AC maupun DC
Fungsi dari elektroda adalah sebagai pembangkit busur dan bahan tambahan, pada umumnya elektroda yang dipakai pada pengelasan las busur listrik dibagi dalam dua jenis/klasifikasi yaitu :
a. Elektroda Terumpan.
Elektroda terumpan ialah elektroda terbungkus yang mempunyai flux sebagai bahan pembungkus elektroda, dimana dalam pemakaiannya pada proses las busur listrik terbungkus, elektroda akan habis terbakar sebagai bahan pengisi. Elektroda terumpan berfungsi sebagai :
- Bahan pengisi
- Pembangkit busur.
b. Elektroda tidak Terumpan.
Elektroda tidak terumpan adalah elektroda yang tidak mempunyai bahan pembungkus elektroda, dimana dalam pemakaiannya elektroda tidak habis, yang menggunakan batang wolfrom sebagai elektroda dan berfungsi sebagai pembangkit busur saja.
Dimana khusus elektroda tidak terumpan bahan pengisi filter wire rod (kawat telanjang) yang berfungsi sebagai bahan pengisi bukan sebagai elektroda. Untuk lebih jelas mengenai elektroda tidak terumpan
2.7.1. Pemilihan Elektroda.
Elektroda sebagai logam pengisi dalam proses pengelasan sangat menentukan hasil las. Begitu juga flux dan gas sebagai shielding yang berkaitan dengan sifat mekanis logam las yang dikehendaki. Untuk itu pemilihan elektroda yang tepat sangatlah penting berkaitan dengan :
- Jenis proses las - Posisi pengelasan
- Jenis material - Biaya operasional
- Desain sambungan - Juru las.
- Perlakuan panas
Tujuan dari semua ini adalah agar dapat memilih suatu elektroda yang tepat, haruslah sesuai dengan standar, yang mana hasil las yang sesuai persyaratan dapat diterima dan dapat dipertanggung jawabkan.
2.7.2. Klasifikasi Elektroda.
Elektroda terbungkus pada umumnya digunakan dalam pelaksanaan pengelasan tangan. Dinegara-negara industri, elektroda las terbungkus sudah banyak yang di standarkan berdasarkan penggunaannya. Misalnya standar di Jepang didasarkan pada standar JIS, di Amerika serikat didasarkan pada standar AWS.
Standarisasi elektroda. Baik dalam JIS maupun AWS didasarkan pada jenis fluks, posisi pengelasan dan arus las. Dua angka pertama baik di JIS maupun AWS menunjukkan kekuatan terendah dari logam las, hanya saja dalam JIS satuannya adalah (kg/mm2) sedangkan dalam AWS satuannya adalah (psi). Dua angka terakhit menunjukkan jenis fluks dan posisi pengelasan.
Menurut system standarisasi Amerika yaitu AWS (American Welding Society) dinyatakan dengan tanda EXXXX, yang artinya sebagai berikut :
Ø E , Menyatakan elektroda las busur listrik.
Ø XX, (Dua angka) sesudah E menyatakan kekuatan tarik deposit las dalam ribuan lb/in2 (psi).
Ø X, (Angka ketiga) menyatakan posisi pengelasan, taitu :
- Angka 1 untuk pengelasan segala posisi
- Angka 2 untuk pengelasan posisi datar dan dibawa tangan
- Angka 3 untuk pengelasan posisi dibawah tangan.
Ø X, (Angka keempat) menyatakan jenis selaput dan arus yang cocok dipakai untuk pengelasan.
Sebagai contoh elektroda yang digunakan penulis pada proses pengelasan ini adalah E6013, artinya elektroda dengan kekuatan tarik minimum dari deposit las adalah 60.000 lb/in2, dapat dipakai untuk pengelasan segala posisi dan jenis selaput elektroda rutil-kalium serta pengelasan dengan arus AC atau DC+. Elektroda adalah bagian ujung (yang berhubungan dengan benda kerja) rangkaian penghantar arus listrik sebagai sumber panas (Alip, 1989).
E7016 adalah suatu jenis elektroda yang mempunyai spesifikasi tertentu. Dalam penelitian ini yang dimaksud dengan E7016 menurut Soedjono, (1994) adalah
E : Elektroda las listrik (E7016 diameter 3,2 mm)
70 : Tegangan tarik minimum dari hasil pengelasan (70.000 Psi) atau sama
dengan 492 MPa.
1 : Posisi pengelasan (angka 1 berarti dapat dipakai dalam semua posisi
pengelasan).
6 : Menunjukkan jenis selaput serbuk besi hidrogen rendah dan interval
arus las yang cocok untuk pengelasan.
Sedangkan Elektroda E6013 termasuk elektroda dengan kandungan hidrogen yang rendah dengan slag yang mudah dibuang. Penandaan menurut AWS biasanya dengan kode EXXXX. Huruf E menyatakan elektroda terbungkus untuk SMAW, XX setelah E menyatakan kekuatan tarik deposit bahan lasan dalam 1000 psi, X ketiga menyatakan posisi pengelasan yang bisa dilakukan, X keempat menyatakan jenis fluks yang digunakan. Elektroda E 6013 bisa dipakai untuk berbagai posisi pengelasan.
Berdasarkan AWS elektroda E 6013 mempunyai kriteria sebagai berikut :
- Komposisi kimia elektroda E6013
Komposisi karbon dalam elektroda mild steel sekitar 0.15 %, mangan 1.6 %, dan
silikon 1 % dari berat elektroda.
- Bahan Fluks
Fluks E6013 terbuat dari low hydrogen potasium, artinya fluks yang mempunyai kandungan hidrogen rendah.elektroda ini termasuk jenis selaput rutil yang dapat manghasilkan penembusan sedang. Keduanya dapat dipakai untuk pengelasan segala posisi, tetapi kebanyakan jenis E 6013 sangat baik untuk posisi pengelesan tegak arah ke bawah. E 6013 yang mengandung lebih benyak Kalium memudahkan pemakaian pada voltage mesin yang rendah. Elektroda dengan diameter kecil kebanyakan dipakai untuk pangelasan pelat tipis.
Spesifikasi elektroda terbungkus yang digunakan dalam pengujian tergolong dalam jenis:
- Elektroda E6013 tergolong dalam jenis Rutile coating, dimana electroda tersebut mempunyai komposisi 50 % (TiO2) rutile, kekuatan tarik 51,02 kgf/mm, kekuatan ulur 36,73 kgf/mm.
- Elektroda E7016 tergolong dalam jenis basic coating, dimana elektroda tersebut mempunyai komposisi 40 % ( CaCo3) Lime, kekuatan tarik 54,08 kgf/mm, kekuatan ulur 42.86 kgf/mm.
enis filler metal
- Elektroda dengan Selaput Serbuk Besi
Selaput elektroda jenis E 7016 mengandung serbuk besi untuk meningkatkan efisiensi pengelasan. Umumnya selaput elektroda akan lebih tebal dengan bertambahnya persentase serbuk besi. Dengan adanya serbuk besi dan bertambah tebalnya selaput akan memerlukan ampere yang lebih tinggi.
- Elektroda Hydrogen Rendah
Selaput elektroda jenis ini mengandung hydrogen yang rendah (kurang dari 0,5 %), sehingga deposit las juga dapat bebas dari porositas. Elektroda ini dipakai untuk pengelasan yang memerlukan mutu tinggi, bebas porositas, misalnye untuk pengelasan bejana dan pipa yang akan mengalami tekanan
Jenis-jenis elektroda hydrogen rendah misalnya E6013.
Jenis-jenis elektroda hydrogen rendah misalnya E6013.
2.8.Bahan Fluks
Bahan fluks adalah terdiri dari beberapa unsur kimia yang sangat berguna bagi pengelasan terutama Las Elektroda Terbungkus, Karena pada proses pengelasan SMAW ini, fluks pembungkus elektroda memegang peranan penting dan berfungsi sebagai :
a. Pemantap busur dan pelancar pemindah butir – butir cairan logam
b. Sebagai pelindung logam cair udara (penghambat oksidasi)
c. Sebagai penamabah unsur paduan pada cairan logam
d. Sebagai penghambat laju pendinginan
Secara detail fluks berfungsi sebagai:
Ø Pemantap busur
Pembakaran oksida mempengaruhi intensitas loncatan elektron dari elektroda ke logam induk dan ion dari logam induk ke elektroda. Loncatan ion dan elektroda terjadi pada busur yang disebut plasma. Semakin tinggi intensitas semakin banyak energi yang dibawa dan semakin tinggi kemampuan mencairkan logam akan semakin baik terhadap kedalaman penetrasi ataupun lebar manik las. Masingmasing komponen fluks mempunyai efek yang berbeda
Ø Penghasil gas pelindung
Fluks akan terbakar menghasilkan gas yang berfungsi sebagai pelindung busur dan logam cair dari kontaminasi udara luar. Dua jenis gas yang berbahaya bila menyusup adalah oksigen dan hidrogen. Kelarutan gas oksigen dan hydrogen dalam keadaan padat lebih rendah dibanding dalam keadaan cair. Dengan pendinginan yang cepat dikhawatirkan pelepasan gas akibat penurunan batas kelarutan lebih lambat dibanding laju pendinginan yang menyebabkan gas-gas terperangkap. Oksigen terperangkap membentuk keropos dan hidrogen terperangkap menghasilkan penggetasan
Ø Elemen paduan tambahan
Fluks yang digunakan pada pengelasan sebagian akan masuk ke dalam logam lasan, hal ini akan mempengaruhi sifat mekanik dari logam lasann sesuai dengan karakteristik dari bahan yang terkandung pada fluks yang digunakan.
Ø Sebagai penghasil slag
Slag terbentuk dari pembakaran fluks dan membentuk slag cair. Temperatur cair slag lebih tinggi dari logam sehingga pada pendinginan akan membeku lebih dulu. Berat jenis slag jauh lebih rendah dari logam cair dan mudah mengapung di permukaan. Slag padat akan melindungi logam yang masih panas dari kontaminasi udara luar sekaligus menghambat laju perpindahan panas logam untuk tujuan memperlambat laju pendinginan. Laju pendinginan lambat lebih diutamakan untuk logam-logam yang mudah membentuk fasa keras dan rapuh seperti martensit dan karbida lainnya
Ø Mempengaruhi efek penetrasi
Kedalaman penetrasi pengelasan dipengaruhi oleh fluks, hal ini juga berhubungan dengan fungsi fluks sebagai pemantap busur, dimana jika busur yang dihasilkan baik maka penetrasinya akan semakin baik. Fluks terdiri dari komposisi bahan-bahan tertentu. Bahan-bahan yang digunakan dapat digolongkan ke dalam bahan pemantapan busur, pembuat terak, penghasil gas, unsur paduan dan bahan pengikat. Bahan-bahan tersebut antara lain oksida-oksida logam, karbonat, silikat, fluorida, zat organik, baja paduan dan serbuk besi
Proses pemindahan logam dari elektroda terjadi pada saat ujung elektroda mencair dan membentuk butir-butir yang terbawa oleh arus busur listrik. Jika arus listrik yang digunakan besar maka butiran logam cair yang terbawa menjadi halus, sebaliknya arus listrik yang kecil menyebabkan butiran logam cair yang terbawa menjadi kasar. Pola pemindahan logam cair mempengaruhi bentuk manik las dan kedalaman penetrasi. Sedangkan pola pemindahan cairan dipengaruhi oleh besar kecilnya arus dan komposisi bahan fluks yang digunakan.
Bahan fluks yang digunakan untuk jenis E7016 adalah serbuk besi dan hidrogen rendah. Jenis ini kadang disebut jenis kapur. Jenis ini menghasilkan sambungan dengan kadar hidrogen rendah sehingga kepekaan sambungan terhadap retak sangat rendah, ketangguhannya sangat memuaskan.
Hal yang kurang menguntungkan adalah busur listriknya kurang mantap, sehingga butiran yang dihasilkan agak besar dibandingkan jenis lain. Dalam pelaksanaan pengelasan memerlukan juru las yang sudah berpengalaman. Sifat mampu las fluks ini sangat baik maka biasa digunakan untuk konstruksi yang memerlukan tingkat pengaman tinggi. fluks adalah untuk melindungi logam cair dari lingkungan udara, menghasilkan gas pelindung, menstabilkan busur.
Spesifikasi elektroda untuk baja karbon berdasarkan jenis dari lapisan elektroda (fluks) Dimana bahan – bahan fluks tersebut biasanya terdiri dari : ksida logam ; Kabonat ; siklat ; fluoride ; zat organic ; baja paduan dan serbuk besi.
Secara garis besar bahan – bahan fluks tersebut dapat digolongkan .
Karakteristik Oksida Logam
Pada elektroda yang diproduksi dari pabrik memiliki komposisi fluks yang tidak diketahui secara pasti. Elektroda tersebut dapat dilapisi oleh fluks tunggal yang biasanya berupa oksida logam yang memiliki karakteristik yang disukai agar bisa menghasilkan perubahan sifat mekanik yang diinginkan. Ada beberapa karakteristik oksida logam antara lain
1. TiO2 (Titanium Diokside)
Titanium diokside merupakan suatu oksida logam yang jika digunakan sebagai fluks tambahan pada permukaan elektroda dapat berfungsi sebagai penghasil slag yang baik. Slag yang dihasilkan oleh fluks ini sangat baik dalam melindungi lasan dari kontaminasi udara luar dan mencegah udara masuk ke dalam lasan. Selain itu fluks yang mengandung TiO2 juga berfungsi sebagai penstabil busur yang baik, sehingga dapat memperbaiki penetrasi pengelasan. Manik las yang dihasilkan oleh fluks ini sangat halus sehingga kekuatannya meningkat. Karakteristik dari fluks ini dapat meningkatkan kualitas sambungan las yang diindikasikan dengan meningkatnya sifat mekanik logam lasan
2. Al2O3 (Alumunium Diokside)
Oksida logam Al2O3 merupakan suatu oksida logam yang selain berfungsi sebagai penghasil slag yang baik juga berfungsi sebagai deoksidator pada proses pengelasan. Dimana oksida logam Al2O3 dapat mengikat hidrogen dengan baik sehingga produk lasan memiliki cacat ya sedikit. Akan tetapi fluks Al2O3 tidak begitu berperan sebagai penstabil busur sehingga penetrasi yang didapatkan tidak begitu meningkat dibandingkan tanpa menggunakan fluks tambahan. Oleh karena itu penggunaan dari fluks ini baik pada proses pengelasan plat baja tipis
3. MnO (Manganese Okside)
Fungsi utama dari fluks MnO adalah penghasil slag yang baik, lapisan slag dari fluks MnO melindungi logam lasan dari kontak dengan udara luar sehingga dapat mencegah masuknya hydrogen maupun oksigen ke dalam logam lasan. Weld bead dari fluks MnO juga halus sehingga kekuatan dari logam lasan meningkat. Fluks MnO juga berperan sebagai deoksidator yang baik. Selain itu fluks MnO memiliki karakteristik sebagai elemen penambah paduan logam lasan.
2.9. Kampuh V
Hasil penyambungan logam melalui pengelasan hendaknya mengahsilkan sambungan yang berkualitas dari segi kekuatan dan lapisan las dari bahan atau logam yang dilas, di mana untuk menghasilkan sambungan las yang berkualitas hendaknya kedua ujung/bidang atau bagian logam yang akan dilas perlu di berikan suatu bentuk kampuh las tertentu (Arifin;1977).
Tujuan utama dari pengelasan adalah untuk mendukung beban, sebagian beban mekanis dan sebagian untuk mencapi hasil pengelasan dengan kekuatan yang bisa di jamin, maka perlu di kembangkan sebagai bentuk groove (Alip;1989). Untuk memperoleh kekuatan hasil pengelasan yang dapat di jamin kualitasnya, pengelasan sebaiknya menggunakan berbagai bentuk kampuh yang sudah dikembangkan.
Pengerjaan kampuh las terdiri dari 4 jenis yaitu sambungan kampuh sisi, sambungan berimpit, sambungan sudut dan sambungan T. Sambungan atau kampuh menumpu adalah sambungan las yang dilakuakan dengan jalan mengelas bagian tepi atau ujung dari logam yang akan dilas. Adapun sambungan atau kampuh menumpu terdiri dari sambungan I, V, X, dan ½ V, ½ X, U.
Menurut Arifin (1977) kampuh V dipergunakan untuk menyambung logam/plat yang tebalnya antara 6-16 mm, dimana sambungan ini terdiri dari sambungan kampuh V terbuka dan tertutup. Kampuh V terbuka digunakan untuk menyambung logam/plat yang tebalnya 6-16 mm dengan sudut kampuh 600-800 dan jarak/celah kampuh sekitar 2 mm serta tinggi dasar sampai sudut kampuh 1-2 mm. Pada waktu mengelas kampuh V terbuka diberi plat penahan cairan sepanjang kampuh yang gunanya untuk mencegah cairan bertumpuk sebelah bawah kampuh dan plat penahan tersebut dapat dibuka bila di perlukan.
Sambungan kampuh V tertutup dipergunakan untuk menyabung logam/plat yang tebalnya 8-16 mm dengan sudut kampuh dan tinggi dari dasar sampai dasar sudut kampuh dibuat sama dengan sambungan kampuh V terbuka.

Gambar 2.11. Kampuh V (Sonawan, 2004)
2.10. Baja
Baja adalah besi karbon campuran logam yang dapat berisi kosentrasi dari element campuran lainnya, ada ribuan campuran logam lainnya yang memunyai perlakuan bahan dan komposisi berbeda. Sifat mekanis adalah sensitive kepada isi dari pada karbon, yang mana secara normal kurang dari 1,0 %C. sebagian dari baja umum digolongkan menurut kosentarsi karbon, yakni kedalam rendah, medium dan jenis karbon tinggi.
Baja merupakan bahan dasar vital untuk industri. Semua segmen kehidupan, mulai dari peralatan dapur, transportasi, generator pembangkit listrik, sampai kerangka gedung dan jembatan mengunakan baja. Besi baja menduduki peringkat pertama diantara barang tambang logam dan produknya melingkupi hamper 90% dari barang berbahan logam.
Baja merupakan paduan besi ( Fe) dengan karbon (C), dimana kandungan karbon tidak lebih dari 2%
Baja banyak digunakan karena baja mempunyai sifat mekanis lebih baik daripada besi, sifat baja antara lain :
· Tanguh dan ulet
· Mudah ditempa
· Mudah diproses
· Sifatnya dapat diubah dengan mengubah karbon
· Sifatnya dapat diubah dengan perlakuan panas
· Kadar karbon lebih rendah dibandingkan besi
· Banyak dipakaiuntuk berbagai bahan peralatan
Walaupun baja lebih sering digunakan, namun baja mempunyai kelemahan yaitu ketahanan terhadap korosinya rendah. Baja dapat (dua unsure atau lebih digabung sehingga dihasilkan sifat lain). Hasil pemaduannya yaitu:
· Larutan padat/solid solufion ( dapat memperbaiki sifat fisik/kimia)
· Senyawa ( lebih keras dari larutan padat, dapat memperbaiki sifat mekanik)
Sifat Mekanis Baja
Sifat - sifat mekanis baja ditentukan oleh kombinasi faktor – faktor berikut ini:
- Komposisi kimia,
- Perlakuan panas (heat treatment).
- Proses pembuatan (manufacturing procces).
Walaupun baja sebagian besar terdiri dari besi (Fe), penambahan unsur – unsur lain dalam jumlah yang relatif kecil sangat menentukan jenis dan sifat mekanis akhir dari baja tersebut.
Komposisi dari unsur – unsur ini juga memberikan reaksi yang berbeda – beda pada saat baja menjalani proses perlakuan panas (heat treatment) atau pada saat proses pendinginan dari suhu yang tinggi.
Ada dua masalah utama dalam pemakaian material baja yaitu: sifat korosif dan sifat tahan terhadap panas. Untuk mengantisipasi kelemahan baja terhadap kedua masalah diatas dapat diperbaiki dengan menggunakan baja dengan komposisi kimia dan heat treatment yang sesuai dengan kebutuhan.
Selain itu sesuai dengan perkembangan tuntutan sifat – sifat tertentu material baja, perlu diimbangi dengan teknologi pembuatannya. Tambahan dan kombinasi unsur – unsur lain menjadi satu alternatif jalan keluar di samping penggunaan jenis heat treatment yang sesuai. Komposisi kimia baja dan heat treatment pada dasarnya saling mempengaruhi hingga dapat dikatakan keduanya saling berinteraksi.
- Komposisi Kimia Baja
Baja pada dasarnya ialah besi (Fe) dengan tambahan unsur Karbon ( C ) sampai dengan 1.67% (maksimal). Bila kadar unsur karbon ( C) lebih dari 1.67%, maka material tersebut biasanya disebut sebagai besi cor (Cast Iron). Makin tinggi kadar karbon dalam baja, maka akan mengakibatkan hal- hal sbb:
Ø Kuat leleh dan kuat tarik baja kan naik,
Ø Keliatan / elongasi baja berkurang,
Ø Semakin sukar dilas.
Oleh karena itu adalah penting agar kita dapat menekan kandungan karbon pada kadar serendah mungkin untuk dapat mengantisipasi berkurangnya keliatan dan sifat sulit dilas diatas, tetapi sifat kuat leleh dan kuat tariknya tetap tinggi. Penambahan unsur – unsur ini dikombinasikan dengan proses heat treatment akan menghasilkan kuat tekan yang lebih tinggi, tetapi keuletan dan keliatan, dan kemampuan khusus lainnya tetap baik. Unsur – unsur tersebut antara lain: Mangaan (Mn), Chromium (Cr), Molybdenum (Mo), Nikel (Ni) dan tembaga (Cu). Tetapi proporsional pertambahan kekuatannya tidak sebesar karbon. Pertambahan kekuatannya semata –mata karena unsur tersebut memperbaiki struktur mikro baja.
Untuk memahami pengaruh komposisi kimia dan heat treat terhadap sifat akhir baja, maka kita perlu menganal factor – factor sbb:
Ø Struktur mikro,
Ø Ukuran butiran,
Ø Kandungan nonlogam.
Ø Endapan dipermukaan antar butiran.
Ø Keberadaan gas – gas yang terserap atau terlarut
1. Struktur Mikro
Unsur Fe dan C menyususn diri dalam suatu struktur berulang dalam pola tiga dimensi yang dinamakan dengan kristal. Kristal –kristal yang berorientasi (arah pengulangan / susunan ) sama disebut sebagai butir.Susunan kumpulan butir satu dengan yang lain pada suatu fasa tertentu dinamakan struktur mikro, contoh struktur mikro antara lain: ferit, perlit dan sementit.
2. Ukuran butir
Penghalusan butir baja akan menghasilkan: Peningkatan kuat leleh (yield strength), Perbaikan sifat keuletan (toughness) dan keliatan (ductility), Penghalusan butiran dapat dilakukan dengan penambahan unsur niobium, vanadium dan aluminium dengan jumlah maksimal 0.05% atau dengan heat treatment.
3. Kandungan non logam
Unsur – unsur non-logam yang umumnya dibatasi jumlahnya didalam produk baja adalah Sulfur (S) dan Fosfor (P). Tinggi kadar kedua unsur tersebut bisa menurunkan keliatan (ductility) baja dan meningkatkan kemungkinan retak pada sambungan las. Pada baja khusus mampu las, kandungan kedua unsur diatas dibatasi kurang dari 0.05%.
4. Endapan dipermukaan antar butiran
Unsur – unsur lain yang juga dapat menurunkan keuletan baja baja anatar lain: timah (Sn), antimon (Sb) dan arsen (As) hingga baja menjadi getas. Sifat getas ini ditimbulkan oleh pengendapan atau berkumpulnya unsur – unsur diatas dibidang batas antar butir baja pada suhu 500 – 600o .
5. Kandungan gas-gas
Baja yang mengandung gas – gas terlarut dalam kadar yang tinggi terutama: Oksigen (O) dan Nitrogen (N) dapat menimbulkan sifat getas. Untuk mengurangi kadar gas tersebut biasa digunakan unsur - unsur yang dapat mengikat kedua unsur gas diatas menjadi senyawa yang cukup ringan sehinggan senyawa tersebut akan mengapung ke permukaan baja yang masih panas dan cair. Unsur - unsur pengikat gas N dan O biasanya digunakan unsur silicon (Si) dan atau aluminium (Al) yang fungsinya disebut sebagai Deoxidant.
2.10.1. Klasifikasi Baja
Berdasarkan Prosentase Karbon
Berdasarkan tinggi rendahnya prosentase karbon di dalam baja, baja karbon diklasifikasikan sebagai berikut:
- Baja Karbon Rendah ( low carbon stell)
Baja karbon rendah mengandung karbon antara 1.10 s/d 0.30%. baja karbon ini dalam perdangan dibuat dalam olat baja, baja strip dan baja batangan atau profil. Berdasarkan jumlah karbon yang terkandung dalam baja, maka baja karbon rendah dapat digunakan atau dijadikan baja-baja sebagai berikut :
- Baja karbon rendah yang mengandung 0.04%-0.10%C. untuk dijadikan baja-baja plat atau strip
2. Baja karbon rendah yang mengandung 0.05% C digunakan untuk keperluan badan-badan kendraan.
- Baja karbon rendah yang mengandung 0.15%-0.30%C digunakan untuk kontruksi jembatan, bangunan, membuat baut atau dijadikan baja kontruksi.
- Baja Karbon Menengah ( medium cabon steel)
Baja karbon menengah mengandung karbon antara 0.30-0.60 % C. baja karbon menengah ini banyak digunakan untuk keperluan alat-alat perkakas bagian mesin. Berdasarkan jumlah karbon yang terkandungdalam baja maka baja karbon ini dapat digunakan untuk berbagai keperluan seperti untuk keperluan industri kendaraan, roda gigi, pegas dan sebagai nya.
- Baja Karbon Tinggi ( High carbon steel)
Baja karbon tinggi mengandung kadar karbon antara 0.60-1.7 % C. dan setiap satu ton baja karbon tinggi mengandung karbon antara 70-130 kg. baja ini mempunyai tegangan tarik paling tinggi dan banyak digunakan untuk material tools. Salah satu aplikasi dari baja ini adalah dalam pembuatan kawat baja dan kabel baja.berdasarkan jumlah karbon yang terkandung didalam baja maka baja ini banyak digunakan dalam pembuatan pegas, alat-alat perkakas seperti ; palu,gergaji atau pahat potong. Selain itu baja jenis ini banyak digunakan untuk keperluan industri lain seperti pembuatan kikir, pisau cukur, mata gergaji dan lain sebagainya.
2.10.2. Berdasarkan komposisi
Dalam prakteknya baja terdiri dari beberapa macam yaitu:
- Baja Karbon (Carbon Steel)
Terdiri atas beberapa unsure, yang paling utama adalah carbon ( C ), unsure yang lainnya, yaitu Si ( dari batu tahan api) Mn,S dan P ( dari kokas untuk Carbon encrichment,S dan P maksimum 0.05% )
Beberapa macam baja karbon, yaitu:
- Baja karbon rendah
- Baja karbon medium
- Baja karbon tinggi
Sebagian kelompok baja didesain untuk laku panas dalam daerah austenit, disusul dengan pendinginan dan dekomposisi austenit secara lansung atau tak lansung membentuk ferit dan karbida. Bila baja hanya mengandung besi dan karbon, paduan disebut baja karbon
- Baja Paduan ( alloyed steel)
Baja paduan adalah campuran antara baja karbon dengan unsur-unsur lain yang mempengaruhi sifat-sifat baja misalnya sifat kekerasan,liat, kecepatan membeku, titik cair, dan sebagainya yang bertujuan memperbaiki kualitas dan kemampuannya. Penambahan unsure-unsur lain dalam baja karbondapat dilakukan dengan satu unsure atau lebih, tergantung dari karekteristik atau sifat khusus yang dikehendaki.
Unsur-unsur paduan untuk baja ini dibagi dalam 2 golongan yaitu :
- Unsur yang membuat baja menjadi kuat dan ulet, dengan menguraikannya kedalam feritte ( misalnya Ni,Mn,sedikit Cr dan Mo). Unsure ini terutama digunakan untuk pembuatan baja kontruksi.
- Unsure yang bereaksi dengan karbon dalam baja dan membentuk karbida yang keras dari sementit ( misalnya unsure Cr,W,Mo dan V) unsure ini terutama digunakan untuk pembuatan baja perkakas
- Baja Paduan Rendah
Baja paduan rendah adalah baja paduan yang mempunyai kadar karbon sama dengan baja lunak, tetapi ditambah dengan sedikit unsur-unsur paduan. Penambahan unsur ini dapat meningkatkan kekuatan baja tanpa mengurangi keuletannya. Baja paduan banyak digunakan untuk kapal, jembatan, roda kerta api, ketel uap, tangki-tangki dan dalam permesinan. Baja paduan rendah dibagi menurut sifatnya yaitu baja tahan suhu rendah, baja kuat dan baja tahan panas (Wiryosumarto, 2000).
- Baja tahan suhu rendah. Baja ini mempunyai kekuatan tumbuk yang tinggi dan suhu transisi yang renda, karena itu dapat digunakan dalam kontruksi untuk suhu yang lebih rendah dari suhu biasa.
- Baja kuat. Baja ini dibagi dalam dua kelompok yaitu kekuatan tinggi dan kelompok ketangguhan tinggi. Kelompok kekuatan tinggi mempunyai sifat mampu las yang baik karena kadar karbonnya rendah. Kelompok ini sering digunakan dalam kontruksi las. Kelompok yang kedua mempunyai ketangguhan dan sifat mekanik yang sangat baik. Kekuatan tarik untuk baja kuat berkisar antara 50 sampai 100 kg/mm2.
- Baja tahan panas adalah baja paduan yang tahan terhadap panas, asam dan mulur. Baja tahan panas yang terkenal adalah baja paduan jenis Cr-Moyang tahan pada suhu 6000C.
Pengelasan yang banyak digunakan untuk baja paduan rendah adalah las busur elektroda terbungkus, las busur rendam dan las MIG (las logam gas mulia). Perubahan struktur daerah las selama pengelasan, karena danya pemanasan dan pendinginan yang cepat menyebabkan daerah HAZ menjadi keras. Kekerasan yang tertinggi terdapat pada daerah HAZ.
1. Steel 40 ( ST 40 )
Baja ST 40 termasuk baja karbon rendah dengan kandungan karbon kurang dari 0,3%. ST 40 ini menunjukkan bahwa baja ini dengan kekuatan tarik = 40 kg / mm². (diawali dengan ST dan diikuti bilangan yang menunjukan kekuatan tarik minimumnya dalam kg/mm²).
Baja ST 40 ini secara teori mempunyai nilai kekerasan yang lebih rendah dibandingkan dengan besi cor, dengan adanya perlit dan ferit karena perlit yang ada lebih banyak dari pada ferit Aplikasi baja ST 40 antara lain
- Digunakan untuk kawat, paku, wire mesh, peralatan automotif dan sebagai bahan baku welded fabrication ( kisi – kisi jendela atau pintu dan jeruji)
- Aplikasi khusus seperti untuk kawat elektroda berlapis untuk keperluan pengelasan.
Walaupun baja sebagian besar terdiri dari besi (Fe), penambahan unsur – unsur lain dalam jumlah yang relatif kecil sangat menentukan jenis dan sifat mekanis akhir dari baja tersebut.
Komposisi dari unsur – unsur ini juga memberikan reaksi yang berbeda – beda pada saat baja menjalani proses perlakuan panas (heat treatment) atau pada saat proses pendinginan dari suhu yang tinggi.
Ada dua masalah utama dalam pemakaian material baja yaitu: sifat korosif dan sifat tahan terhadap panas. Untuk mengantisipasi kelemahan baja terhadap kedua masalah diatas dapat diperbaiki dengan menggunakan baja dengan komposisi kimia dan heat treatment yang sesuai dengan kebutuhan.
Selain itu sesuai dengan perkembangan tuntutan sifat – sifat tertentu material baja, perlu diimbangi dengan teknologi pembuatannya. Tambahan dan kombinasi unsur – unsur lain menjadi satu alternatif jalan keluar di samping penggunaan jenis heat treatment yang sesuai. Komposisi kimia baja dan heat treatment pada dasarnya saling mempengaruhi hingga dapat dikatakan keduanya saling berinteraksi.
Berdasarkan uji komposisi pada penelitian ini dilakukan dengan metode sampel. Sampel 1 untuk uji komposisi adalah dari kelompok raw material, maka dapat digeneralisasikan komposisi kimia seperti yang tercantum pada tabel 3.1 dapat diklasifikasikan ke dalam jenis baja karbon rendah (mild steel).
Table 3.1. Komposisi kimia Baja ST 40

2. Pengelasan Baja Karbon
Baja adalah merupakan suatu campuran dari besi (Fe) dan karbon (C), dimana unsur karbon (C) menjadi dasar. Disamping unsur Fe Dan C, baja juga mengandung unsur campuran lain seperti sulfur (S), fosfor (P), silikon (Si), dan mangan (Mn) yang jumlahnya dibatasi. Baja karbon sedang dan baja karbon tinggi mengandung banyak karbon dan unsur lain dapat memperkeras baja, karena itu daerah pengaruh panas atau HAZ pada baja ini mudah menjadi keras bila dibandingkan baja karbon rendah. Sifatnya yang mudah menjadi keras ditambah dengan adanya hydrogen difusi menyebabkan baja ini sangat peka terhadap retak las. Disamping itu pengelasan dengan menggunakan elektroda yang sama kuat dengan logam lasnya dengan pemanasan mula dan suhu pemanasan tergantung dari kadar karbon. Baja karbon adalah baja yang mengandung karbon antara 0,1% - 1,7%. Berdasarkan tingkatan banyaknya kadar karbon, baja digolongkan menjadi tiga tingkatan :
- Baja karbon rendah Yaitu baja yang mengandung karbon kurang dari 0,30%. Baja karbon rendah dalam perdagangan dibuat dalam bentuk pelat, profil, batangan untuk keperluan tempa, pekerjaan mesin, dan lain-lain.
- Baja karbon sedang Baja ini mengandung karbon antara 0,30% – 0,60 %. Didalam perdagangan biasanya dipakai sebagai alat-alat perkakas, baut, poros engkol, roda gigi, ragum, pegas dan lain-lain.
- Baja karbon tinggi Baja karbon tinggi ialah baja yang mengandung kerbon antara 0,6% – 1,5%. Baja ini biasanya digunakan untuk keperluan alat-alat konstruksi yang berhubungan dengan panas yang tinggi atau dalam penggunaannya akan menerima atau mengalami panas, misalnya landasan, palu, gergaji, pahat, kikir, bor, bantalan peluru, dan sebagainya (Amanto,1999).
2.11. Pengujian Tarik
Proses pengujian tarik bertujuan untuk mengetahui kekuatan tarik benda uji. Pengujian tarik untuk kekuatan tarik daerah las dimaksudkan untuk mengetahui apakan kekuatan las mempunyai nilai yang sama, lebih rendah atau lebih tinggi dari kelompok raw materials. Pengujian tarik untuk kualitas kekuatan tarik dimaksudkan untuk mengetahui berapa nilai kekuatannya dan dimanakah letak putusnya suatu sambungan las. Pembebanan tarik adalah pembebanan yang diberikan pada benda dengan memberikan gaya tarik berlawanan arah pada salah satu ujung benda.
Penarikan gaya terhadap beban akan mengakibatkan terjadinya perubahan bentuk (deformasi) bahan tersebut. Proses terjadinya deformasi pada bahan uji adalah proses pergeseran butiran kristal logam yang mengakibatkan melemahnya gaya elektromagnetik setiap atom logam hinggaterlepas ikatan tersebut oleh penarikan gaya maksimum.
Pada pengujian tarik beban diberikan secara kontinu dan pelan–pelan bertambah besar, bersamaan dengan itu dilakukan pengamatan mengenai perpanjangan yang dialami benda uji dan dihasilkan kurva teganganregangan.

Gambar 2.12 Kurva tegangan-regangan
Pada pengujian tarik beban diberikan secara kontinu dan pelan–pelan bertambah besar, bersamaan dengan itu dilakukan pengamatan mengenai perpanjangan yang dialami benda uji dan dihasilkan kurva tegangan-regangan. Tegangan dapat diperoleh dengan membagi beban dengan luas penampang mula benda uji.

Dimana:
σu = Tegangan nominal (kg/mm2)
Fu = Beban maksimal (kg)
Ao = Luas penampang mula dari penampang batang (mm2)
Regangan (persentase pertambahan panjang) yang diperoleh dengan membagi perpanjangan panjang ukur (ΔL) dengan panjang ukur mula-mula benda uji.

Dimana:
ε = Regangan (%)
L = Panjang akhir (mm)
Lo = Panjang awal (mm)
Pembebanan tarik dilakukan terus-menerus dengan menambahkan beban sehingga akan mengakibatkan perubahan bentuk pada benda berupa pertambahan panjang dan pengecilan luas permukaan dan akan mengakibatkan kepatahan pada beban. Persentase pengecilan yang terjadi dapat dinyatakan dengan rumus sebagai berikut:

Dimana:
q = Reduksi penampang (%)
Ao = Luas penampang mula (mm2)
A1 = Luas penampang akhir (mm2)

Gambar 2.13. Batas elastis dan tegangan luluh
Gaya tarik yang diberikan pada mesin pengujian tarik yang selama pengujian akan mencatat setiap kondisi bahan sampai terjadinya tegangan maksimum, juga sekaligus akan menggambarkan diagram tarik dari benda uji, adapun panjang Lf akan diketahui setelah benda uji patah dengan menggunakan pengukuran secara normal tegangan maksimum adalah tegangan tertinggi yang bekerja pada luas penampang semula.

Gambar 2.14 Kurva tegangan-regangan
Bentuk dan besaran pada kurva tegangan-regangan suatu logam tergantung pada komposisi, perlakuan panas, deformasi plastis yang pernah dialami, laju regangan, suhu dan keadaan tegangan yang menentukan selama pengujian. Parameter-parameter yang digunakan untuk menggambarkan kurva tegangan-regangan logam yaitu:
§ Kekuatan tarik Kekuatan tarik adalah beban maksimum dibagi luas penampang lintang awal benda uji. Kekuatan ini berguna untuk keperluan spesifikasi dan kontrol kualitas bahan.
§ Kekuatan luluh Kekuatan luluh adalah tegangan yang dibutuhkan untuk menghasilkan sejumlah kecil deformasi plastis yang ditetapkan. Kekuatan luluh yang diperoleh dengan metode offset biasanya dipergunakan untuk perancangan dan keperluan spesifikasi.

§ Perpanjangan. Perpanjangan diperoleh dengan cara membagi perpanjangan panjang ukur dengan panjang awal dan dinyatakan dalam parsen.
2.12. Struktur Mikro/ Metalografi
Struktur bahan dalam orde kecil sering disebut struktur mikro. Struktur ini tidak dapat dilihat dengan mata telanjang, tetapi harus menggunakan alat pengamat struktur mikro. Penelitian ini menggunakan mikroskop cahaya. Persiapan yang dilakukan sebelum mengamati struktur mikro adalah pengefraisan spesimen, pengampelasan, pemolesan dan pengetsaan.
Setelah dipilih, bahan uji diratakan kedua permukaannya dengan menggunakan mesin frais, dalam pendinginan harus selalu terjaga agar tidak timbul panas yang mempengaruhi struktur mikro. Setelah rata digosok dengan menggunakan ampelas mulai dari yang kasar sampai yang halus. Arah pengampelasan tiap tahap harus diubah, pengampelasan yang lama dan penuh kecermatan akan menghasilkan permukaan yang halus dan rata. Bahan yang halus dan rata itu diberi autosol untuk membersihkan noda yang menempel pada bahan. Langkah terakhir sebelum dilihat struktur mikro adalah dengan mencelupkan spesimen kedalam larutan etsa dengan penjepit tahan karat dan permukaan menghadap keatas. Kemudian spesimen dicuci, dikeringkan dan dilihat stuktur mikronya.
2.13. Pengujian Lengkung (Bend Test)
Pengujian lengkung merupakan salah satu pengujian sifat mekanik bahan yang dilakukan terhadap speciment dari bahan baik bahan yang akan digunakan sebagai konstruksi atau komponen yang akan menerima pembebanan lengkung maupun proses pelengkungan dalam pembentukan.
Pelengkuan (bending) merupakan proses pembebanan terhadap suatu bahan pada suatu titik ditengah-tengah dari bahan yang ditahan diatas dua tumpuan. Dengan pembebanan ini bahan akan mengalami deformasi dengan dua buah gaya yang berlawanan bekerja pada saat yang bersmaan. Gambar dibawah ini memperlihatkan prilaku bahan uji selama pembebanan lengkung.

Gambar 2.15. pembebanan lengkung dalam pengujian lengkung

Gambar.2.16. Pengaruh pembebanan lengkung terhadap bahan uji
Sebagaimana prilaku bahan terhadap pembebanan, semua bahan akan mengalami perubahan bentuk (deformasi) secara bertahap dari elastis menjadi plastis hingga akhirnya mengalami kerusakan (patah). Dalam proses pembebanan lengkung dimana dua gaya bekerja dengan jarak tertentu (1/2L) serta arah yang berlawanan bekerja secara bersamaan (lihat gambar 2.16), maka Momen lengkung (Mb) itu akan bekerja dan ditahan oleh sumbu batang tersebut atau sebagai momen tahanan lengkung (Wb). Dalam proses pengujian lengkung yang dilakukan terhadap material sebagai bahan teknik memilki tujuan pengujian yang berbeda tergantung kebutuhannya. Berdasarkan kepada kebutuhan tersebut maka pengujian lengkung dibedakan menjadi 2, yaitu :
- Pengujian lengkung beban dan
- Pengujian lengkung perubahan bentuk.
- Pengujian lengkung beban
Pengujian lengkung beban ialah pengujian lengkung yang bertujuan untuk mengetahui aspek-aspek kemampuan bahan uji dalam dalam menerima pembebanan lengung, yakni :
Kekuatan atau tegangan lengkung ( b)
Lenturan atau defleksi (f) Sudut yang terbentuk oleh lenturan atau sudut defleksi dan Elastisitas (E)
Tegangan Lentur (σf)
σf = 

Dimana :
P = Beban (kgf)
l = Panjang tumpuan (mm)
b = lebar (mm)
t = tebal (mm)
Regangan Lentur
ε = 

dimana :
ε = Regangan lentur
δ = Defleksi (mm)
t = tebal (mm)
l = Panjang tumpuan (mm)
Modulus lentur (E)
E = 

Dimana :
δ = Defleksi (mm)
l = Panjang tumpuan (mm)
P = Beban (kgf)
b = lebar (mm)
BAB III
METODOLOGI PENELITIAN
Metode penelitian adalah suatu cara yang digunakan dalam penelitian, sehingga pelaksanaan dan hasil penelitian bisa untuk dipertanggungjawabkan secara ilmiah. Penelitian ini menggunakan metode eksperimen, yaitu suatu cara untuk mencari hubungan sebab akibat antara dua faktor yang berpengaruh.
Eksperimen dilaksanakan dilaboratorium dengan kondisi dan peralatan yang diselesaikan guna memperoleh data tentang pengaruh Jenis Elektroda Pada Hasil Pengelasan Pelat ST 40 dengan Kampuh V Tunggal Terhadap Struktur Mikro dan Kekuatan
3.1. Waktu dan Tempat Penelitian.
1. Waktu pelaksanaan tugas akhir ini pertengahan bulan januari 2011 sampai selesai, dibawah pengawasan dosen pembimbing.
2. Tempat pelaksanaan percobaan dilakukan di lab.Fakultas Teknik Mesin UIR dan Lab. Material Fakultas Teknik Mesin UNRI
3.2. Metode Penelitian.
Ø Poses pengujian dilaksanakan sepenuh nya, terhadap variabel-variabel yang mempengaruhi pemakain dari metode penyambungan, dalam hal ini penyambungan las busur listrik terhadap sambungan plat ST 40 yang hanya ditinjau dari pemeriksaan secara uji tarik,uji bending dan uji metalografi
Ø Teknik pengumpulan data yang diperoleh dari proses pengelasan yang dilakukan dari hasil pengujian tarik terhadap benda uji 8 spesimen, dimana masing-masing 4 spesiment, 4 spesiment untuk las busur listrik dengan elektroda E6013 dan, 4 spesimen untuk elektroda E7016 yang keseluruhan nya dilakukan dengan pengujian tarik dengan standarisasi ASTM E8 M.
Ø Metode analisa dan evaluasi data yang diperoleh dari pengujian yang dilakukan dilaboratorium pada masing-masing spesimen adalah secara kulitatif. Dari data inilah dicari nilai rata-rata ( mean) untuk uji tarik dari masing-masing spesimen dan merupakan nilai yang dicapai dari uji tarik dari bahan tersebut.
Ø Dari sinilah penelitian akan mendapatkan kesimpulan yang sebenarnya bagaimana pengaruh perbedaan elektroda pada pengelasan terhadap kekuatan tarik dari ST 40 didalam standar pengujian yang berlaku.
Ø Penyusunan laporan, termasuk didalamnya kesimpulan dari hasil yang dicapai serta pengambilan langkah-langkah yang berhubungan terhadap hasil pengelasan dengan perbedaan jenis elektroda pada material uji lebih ditekankan, sehingga pada akhirnya tujuan penelitian dapat sepenuhnya tercapai
Variabel-Variabel Pengujian
Dari metode penelitian diatas maka dapat ditentukan hal-hal dasar terhadap variabel-variabel pengujian berikut ini :
Bahan dasar ST 40 (Base Metal)
Bahan yang digunakan pada penelitian adalah baja rendah ST 40 dengan pertimbangan :
Ø Baja karbon rendah ST 40 banyak digunakan di industri, terlebih industri kecil dan menengah, sebagai bahan kontruksi
Ø Baja karbon ST 40 mudah dilakukan proses penyambungan, baik dengan las listrik maupun dengan teknik pengelasan lain nya.
Ø Bahan uji tidak terlalu sulit dijumpai.
Ketebalan bahan dasar yang dipakai dalam pengujian ini adalah 6 mm. Hal ini didasarkan kepada ketebalan minimum pengelasan listrik, yaitu 3-6 mm
3.3. Instrumen yang digunakan
Sebelum melakukan pengujian, segala bahan dan peralatan pengujian harus disiapkan agar pengujian yang dilakukan dapat terlaksana dengan baik. Bahan – bahan dan peralatan yang dibutuhkan dalam pengujian ini adalah:
Alat-alat yang digunakan pada proses pengelasan ini, yaitu :
a. Mesin Las
Mesin las yang digunakan pada proses pengelasan ini adalah sebagai berikut :
Merk : WELDTECH
Model : WT 500
Input Volt : 230
Frequency : 3/50 Hz
Input : 55 A/ 21 V
Output Current : 500 A/ 35 V
b. Alat –alat bantu Las
Alat-alat bantu yang digunakan adalah sebagai berikut : kabel las, sikat kawat, penjepit elektroda, Klem massa, palu, tang dan alat keselamatan kerja Las.
c. Alat-alat tangan
Alat-alat tangan yang digunakan terdiri dari, Mistar baja, Pengores, Jangka Sorong, Busur Derajat, Palu , Penitik, Siku, Gergaji dan Kikir.
d. Peralatan yang digunakan untuk pengujian
Sebelum melakukan pengujian, segala bahan dan peralatan pengujian harus disiapkan agar pengujian yang dilakukan dapat terlaksana dengan baik. Peralatan yang digunakan untuk pengujian adalah:
· Gergaji untuk memotong material
· Amplas dari ukuran no.80, 100, 220, 1500 dan 2000, yang berfungsi untuk membersihkan dan meratakan permukaan material untuk pengamatan metalografi.
· Mesin skrap/ milling yang berguna untuk meratakan permukaan
· Mesin poles yang berguna untuk menghaluskan permukaan bahan percobaan sebelum dilakukan pengujian
· Mikroskop optic untuk melihat susunan structural material
· Alat uji tarik untuk mengetahui kekuatan tariknya
· Peralatan uji bending
· Peralatan tulis untuk mencatat data-data hasil pengujian
3.4. Prosedur Penelitian
Proses pengelasan.
Dalam proses pengelasan yang akan dilakukan adalah las busur listrik elektroda terbungkus (SMAW) dengan standar acuan AWS. Langkah-langkah pada proses pengelasan ini adalah sebagai berikut :
Ø Pemotongan bahan dengan menggunakan las oksigen potong dengan ukuran 200 x 20 mm sebanyak 8 buah sample untuk pengujian tarik, yang nantinya akan dibagi menjadi 2 spesimen setiap proses pengelasan dengan elektroda yang berbeda, untuk uji metalografi 2 spesimen dengan elektroda yang berbeda.
Ø Membuat kampuh las pada masing-masing pelat yaitu kampuh V.
Ø Tempatkan benda kerja pada meja kerja las dengan Sudut Elektroda Posisi Datar 70-80o, (dari arah pengelasan).
Ø Rangkai mesin las dengan polaritas DC (+).
Ø Hidupkan mesin las dan atur besar arus yang digunakan 110 A.
Ø Pasang elektroda pada pemegang.
Ø Lakukan pengelasan pada setiap sample.
Ø Ukur lamanya waktu pengelasan pada masing-masing sample

Gambar .3.1.. Proses Pengelasan Spesimen
Pembuatan Spesimen Uji Tarik
Mengacu standar ASTM E 8M untuk pengujian kualitas kekuatan tarik bahan.
Setelah proses pengelasan selesai maka dilanjutkan pembuatan spesimen sesuai ASTM E 8, yang nantinya akan diuji tarik, langkah-langkahnya sebagai berikut:
- Meratakan alur hasil pengelasan dengan mesin frais.
- Bahan dipotong-potong dengan ukuran panjang 200 mm dan lebar 20 mm.
- Membuat gambar pada kertas yang agak tebal atau mal mengacu ukuran standar ASTM E 8M
- Gambar atau mal ditempel pada bahan selanjutnya dilakukan pengefraisan/proses milling sesuai dengan bentuk gambar dengan menggunakan pisau miling diameter 18 mm sehigga permukaan material yang akan di uji menjadi 12.5mm
- Bahan yang sudah terbentuk tersebut dirapikan permukaannya dengan kikir yang halus, selanjutnya benda diampelas sampai halus.

Gambar 3.2. Specimen uji tarik standard ASTM E 8

Gambar 3.3 Specimen uji tarik standard ASTM E 8
Pembuatan Spesimen Uji Bending
Mengacu standar ASTM No.E190 untuk pengujian kualitas kekuatan bending bahan.
Setelah proses pengelasan selesai maka dilanjutkan pembuatan spesimen sesuai ASTM No.E190, yang nantinya akan diuji tarik, langkah-langkahnya sebagai berikut:
- Meratakan alur hasil pengelasan dengan mesin frais milling
- Bahan dipotong-potong dengan ukuran panjang 200 mm dan lebar 20 mm.
- Membuat gambar pada kertas yang agak tebal atau mal mengacu ukuran standar ASTM No.E190
- Gambar atau mal ditempel pada bahan selanjutnya dilakukan pengefraisan/proses milling untuk meratakan permukaan sesuai dengan bentuk gambar dengan menggunakan mata miling diameter 18 mm
- Bahan yang sudah terbentuk tersebut dirapikan permukaannya dengan kikir yang halus, selanjutnya benda diampelas sampai halus.

Spesimen Uji Bending ASTM No.E190

![]() | |||
![]() | |||

![]() | |||||
![]() | |||||
![]() | |||||

![]() | |||
![]() |
Spesimen Uji Bending ASTM No.E190
1. Pelaksanaan pengujian
Uji tarik
Data uji tarik
Mesin uji : Universal Hidrolik Testing Machine Kapasitas 200 KN
Temperatur : 26oC ( Suhu Kamar )
Standar uji : ASTM E 8M
ASTM “American Society for Testing and Materials”
E 8M “Standard Test Methods of Tension Testing of
Metallic Materials [Metric]”
Sumber : Lab. Universitas Riau
Bahan uji (specimen) yang sudah dibentuk sesuai dengan ukuran bahan uji tarik menurut ASTM E 8, dipasang pada mesin uji tarik Universal Testing Machine dengan kapasitas 200 KN dan suhu sekitar 25°C (suhu kamar)
Bahan uji kemudian ditarik dengan kenaikan beban sedikit demi sedikit sampai pada beban maksimum yang menyebabkan bahan uji patah. Setelah itu diperoleh data-data berupa angka-angka dan grafik yang nantinya diperlukan dalam menganalisa hasil pengujian tarik.
|

|

|

|

|


Gambar 3.5. Mesin uji tarik
Keterangan Gambar :
1. Meja Plotter 2. Pembacaan Skala 3. Batang Hidrolik
4. Ragum Bawah 5. Ragum Atas
Pengujian tarik dilakukan pada bahan uji sebelum mendapatkan perlakuan proses pengerjaan logam (dilas) dan pada bahan uji setelah mendapatkan perlakuan proses pengerjaan logam (dilas) dengan menggunakan mesin uji tarik kapasitas 200 KN. Langkah-langkahnya adalah sebagai berikut :
Langkah-langkah pengujian ini adalah sebagai berikut :
- Ukur dimensi batang uji yang diperlukan.
- Pasang batang uji pada klem mesin uji.
- Pasang kertas grafik pada mesin uji.
- Hidupkan mesin.
- Seting skala ukur beban pada posisi nol.
- Lakukan proses penarikan batang uji.
- Catat data-data yang diperlukan
- Setelah pengujian selesai, catat dimensi batang uji setelah putus yang diperlukan.
- Lakukan proses perhitungan nilai kekuatan tarik dari data yang sudah didapat.


|

|
|

Gambar 3.6. Proses Uji Tarik
Keterangan Gambar :
1. Spesiment Pengujian 2. Ragum Bawah
3.Ragum Atas
Uji Bending.
Uji bending dilakukan dengan tujuan untuk mengetahui kekuatan dari sambungan las khususnya kemampuannya menahan tekukan.
1. Data pengujian Bending.
- Tempat : Laboratorium pengujian bahan teknik mesin Universitas Riau.
- Mesin Uji : Universal Hidrolik Testing Machine Kapasitas 200 KN.
- Temperatur : 26°C

Gambar 3.7. Universal Hidrolik Testing Machine Kapasitas 200 KN

. Gambar 3.8. Spesimen uji bending ASTM No.E190
Untuk mencari ukuran-ukuran specimen uji bending digunakan standard alat yang digunakan yaitu ;
Tebal pelat (a) : 6 mm
Lebar (b) : 20 – 20 mm x a ( diambil 2.0)
: 2.0x 6
: 12 mm
Diameter titik tumpuan 1 (dtp1) : 38 mm
Diameter titik tumpuan 2 (dtp2) : 38 mm
Diameter bola penekan (dbp) : 20 mm
Jadi jarak specimen yang akan ditekan adalah
= Rtp1 + dbp + (2,2 x a) + Rtp2
= 19 + 20 + (2,2 x 6) + 19
= 75.6 mm
Adapun prosedur yang dilakukan dalam pengujian ini sebagai berikut :
- Persiapkan spesimen yang mau diuji.
- Ukur dimensi spesimen mula-mula.
- Hidupkan mesin uji, dan biarkan beberapa menit sebagai pemanasan awal.
- Pasang spesimen uji tekan pada mesin uji tarik, dan periksa kelurusan sumbunya.
- Pasang kertas skala pada papan skala.
- Pasang pena flotter pada dudukannya, yang berfungsi untuk melukis besarnya gaya yang diberikan.
- Beri beban tekanan pada spesimen hingga terjadi perpatahan.
- Amati kelenturan dan pertambahan gaya.
- Setelah benda uji patah
· Lepaskan benda Uji dari penumpu.
· Catat ukuran yang diperlukan
· Kembalikan mesin pada keadaan semula
|
|
|



|


Gambar. 3.9. Proses Penggujian Bending
Keterangan Gambar :
1 Batang Penekan 2. Spesiment Pengujian
3. Ragum 4. Batang Hidrolik
|

|

|


Gambar 3.10.. Proses Terjadinya Penekanan Spesimen Material
Keterangan Gambar :
1 Batang Penekan 2. Spesiment Pengujian
3. Ragum
Pengamatan metalografi

Gambar 3.11. Mesin pengamplasan Spesimen Metalografi
Pengamatan metalografi dilakukan untuk mengetahui sturktur mikro suatu spesimen sehingga kita dapat mengetahui sifat dan karakteristik benda tersebut sebelum dan sesudah proses pengelasan.
Proses pengamatan metallografi ini dilakukan dengan cara :
1. Pengampelasan
Pengampelasan dilakukan tegak lurus dengan arah putaran piringan mesin poles, sedangkan amplas yang dipakai dari yang kasar sampai yang paling halus (dengan urutan nomor ampelas 150, 300, 500, 800, 1000, 1200, 1500, dan 2000)
- Pemolesan
Pemolesan menggunakan kain beludru dengan pasta jenis Autosol, selama pemolesan spesimen digerakan ke titik pusat dan sisi piringan dengan tujuan agar partikel-partikel yang abrasive dapat terdistribusi secara merata diatas piringan pemoles. Disamping itu pemolesan juga harus diputar untuk mencegah terjadi ekor komet pada spesimen.
3. Pengetsaan
Proses etsa diakhiri jika pengamatan mikroskop telah adanya butir dan batas butir. Pengetsaan adalah proses pencelupan spesimen ke dalam larutan etsa selama 3 detik yang bertujuan untuk mengkorosi batas butir sehingga struktur mikro dapat terlihat. Larutan etsa adalah etsa campuran antara 2 ml HNO3 + 90 ml methanol Adapun perbandingannya 1 : 50. Setelah melakukan pengetsaan lalu disiram dengan air yang mengalir dan keringkan dengan menggunakan Hair dryer. Setelah itu lihat hasil dengan menggunakan mikroskop optik. Jika batasnya belum terlihat maka lakukan pengetsaan berulang samapai terlihat batas butir. Permukaan spesimen harus halus sehalus mungkin guna dapat melihat struktur mikro dengan jelas.
Setelah kita dapat melihat struktur mikro spesimen dengan jelas selanjutnya kita mengambil photo spesimen tersebut sehingga kita dapat menganalisa struktur mikro benda tersebut dengan mudah
Pemeriksaan dengan Mikroskop Optik
Pemeriksaan dengan mikroskop bertujuan untuk mengamati bentuk struktur makro dan mikro yang terjadi pada setiap layer pengelasan. Pemeriksaan ini dilakukan dengan meletakan spesimen diatas lensa objektif mikroskop. Permukaan yang akan dilihat pada penelitian ini adalah bagian logam pengisian las (Fusion Zone), Heat Affected Zone (HAZ) dan Logam Induk (Base Metal). pada permukaan yang telah dietsa atau bagian yang akan dilihat jangan tersentuh dengan tangan. Pengamatan dilakukan dengan lensa objektif dengan pembesaran yang bisa dilihat struktur butir hingga dapat mengukur butir tersebut. Jika pembesaran pada objek 100 x, maka pembesaran pada mata (penglihatan) dikalikan dengan 10 menjadi pembesaran 1000 kali.
Ø Pemotretan
Pemotretan dilakukan dengan peralatan photografi yang dipasang pada mikroskop, yang bertujuan untuk mendapatkan gambar struktur mikro yang terbentuk. Pemotretan ini dilakukan setelah lensa objektif terfokus dengan baik dan cahaya yang diberikan diatur cukup secukupnya. Dari hasil pemotretan dapat diketahui perubahan struktur mikro yang terjadi.
3.6. Pengumpulan Data.
Selama berlangsungnya penyusunan tugas akhir ini, penulis melakukan pengumpulan data-data untuk keperluan penelitian ini dengan cara sebagai berikut
- Data
Yaitu nilai yang diperoleh langsung dari hasil percobaan pengujian yang dilakukan salam proses penelitian ini.
- Pendukung
Yaitu angka yang bersifat menguatkan data dan merupakan dasar untuk memperoleh data utama. Pendukung data ini berupa buku-buku referensi dan standar-standar terkait.
- Melakukan wawancara atau diskusi dengan ahli dalam bidang pengelasan maupun metalurgi.
Analisa Data.
Setelah semua data-data yang diperlukan dalam penelitian ini terkumpul, selanjutnya dilakukan proses analisa terhadap data-data tersebut untuk melakukan perbandingan dari masing-masing sampel penelitian yang dibuat

Gambar 3.12. Diagram Alir Pelaksanaan Analisa.
BAB IV
ANALISA HASIL PENGUJIAN
4.1. Perhitungan Kecepatan dan masukan panas pengelasan.
4.1.1. Pemasukan Panas
Kecepatan pengelasan dan masukan panas dihitung pada setiap layer dengan panjang pengelasan
Ø Pengujian tarik

Gambar 4.1. Langkah pengelasan
1. Elektroda E6013
- Spesimen I
Kecepatan pengelasan
V = 

Dimana :
L = Panjang pengelasan
t = Waktu pengujian daerah yang akan dilas
V = 



Masukan panas
HI =

HI =

- Spesimen 2
Kecepatan pengelasan
V = 

V = 



Masukan panas
HI =

HI =

- Spesimen 3
Kecepatan pengelasan
V = 

V = 



Masukan panas
HI =

HI =

- Spesimen 4
Kecepatan pengelasan
V = 

V = 



Masukan panas
HI =

HI =

Dari data perhitungan diatas hasil pemasukan panas pada setiap layer ditunjukkan pada tabel 4.1.
Tab l 4.1. Data Pengelasan Sampel A Dengan Menggunakan
Elektroda E6013
Layer | Elektroda (Ø 3.2 mm) | Arus (A) | Tegangan (V) | Waktu (Menit) | Kecepatan ( cm/menit) | Masukan Panas (J/cm) |
1 | E6013 | 60 | 19 | 4.47 | 2.79 | 10193.74 |
2 | E6013 | 100 | 21 | 5.87 | 2.12 | 24657.53 |
3 | E6013 | 110 | 22 | 4.26 | 2.93 | 20625 |
4 | E6013 | 110 | 22 | 3.29 | 3.79 | 15938.52 |
Masukan Panas Rata-rata ( J/cm) | 17853.69 |
Dari tabel 4.1. diperoleh masukan panas yang tertinggi terjadi pada spesimen 2 dan yang terendah masukan panas terjadi pada spesimen 1
2. Elektroda E7016
· Spesimen 1
Kecepatan pengelasan
V = 

V = 



Masukan panas
HI =

HI =

· Spesimen 2
Kecepatan pengelasan
V = 

V = 



Masukan panas
HI =

HI =

· Spesimen 3
Kecepatan pengelasan
V = 

V = 



Masukan panas
HI =

HI =

· Spesimen 4
Kecepatan pengelasan
V = 

V = 



Masukan panas
HI =

HI =

Dari data perhitungan diatas hasil pemasukan panas pada setiap layer ditunjukkan pada tabel 4.2.
Tabel 4.2. Data Pengelasan Sampel B Dengan Menggunakan
Elektroda E7016
Layer | Elektroda (Ø 3.2 mm) | Arus (A) | Tegangan (V) | Waktu (Menit) | Kecepatan ( cm/menit) | Masukan Panas (J/cm) |
1 | E7016 | 80 | 19 | 4.43 | 6.77 | 13471.19 |
2 | E7016 | 100 | 21 | 3.25 | 9.23 | 13001.08 |
3 | E7016 | 110 | 22 | 2.45 | 12.24 | 11862.74 |
4 | E7016 | 110 | 22 | 2.26 | 13.27 | 10941.97 |
Masukan Panas Rata-rata ( J/cm) | 12319.24 |
Dari tabel 4.2. diperoleh masukan panas yang tertinggi terjadi pada spesimen 1 dan yang terendah masukan panas terjadi pada spesimen 4
Dari tabel 4.1 dan 4.2 dapat disimpulkan untuk masukan panas rata-rata yang tertinggi pada sempel A yang menggunakan Elektroda E6013. yang mempengaruhi tingginya masukan panas rata-rata pada masing sample yaitu arus, tegangan, waktu dan kecepatan pengelasan
4.2. Perhitungan Nilai Kekuatan Tarik
Sesuai dengan bentuk dan ukuran spesimen uji tarik standar ASTM, maka didapat hasil beban ulur dan beban maksimum, dan panjang akhir pengukuran, seperti terlihat pada tabel 4.3.
Tabel 4.3. Perhitungan Nilai kekuatan tarik E6013
Batang uji | Sampel 1 | Sampel 2 | Sampel 3 | Sampel 4 |
Lebar x tebal (mm) | 12,5 x 6 | 12,5 x 6 | 12,5 x 6 | 12,5 x 6 |
Luas penampang (mm2) | 75 | 75 | 75 | 75 |
Panjang ukur (mm) | 50 | 50 | 50 | 50 |
Beban luluh (kgf/mm) | 34.44 | 31.70 | 33.34 | 32.35 |
Beban maksimum (kgf/mm) | 48.106 | 48.653 | 47.56 | 45.92 |
Beban patah (kgf) | 3649 | 3628 | 3567 | 3444 |
Regangan (%) | 19.6 | 20 | 16 | 13.2 |
Panjang setelah putus (mm) | 59.8 | 60 | 58 | 56.6 |
Modulus Elastisitas (kgf/mm) | 24.07 | 23.85 | 29.15 | 34.11 |
Daerah putus | Logam induk |
Maka untuk memperoleh kekuatan tarik, kuat ulur dan regangan dari spesimen tersebut maka digunakan persamaan pada bab 2 yang mana nilai beban ulur dan beban maksimum yang didapat dari tabel 4.3. perhitungannya adalah sebagai berikut :
1. Kekuatan tarik untuk Elektroda E6013
su = 

Dimana :
Fu = Beban maksimum (kgf)
A0 = Luas penampang (mm2)
Maka :





2. Kekuatan luluh
sy = 

Dimana :
Fy = Beban luluh (kgf)
A0 = Luas penampang (mm2)
Maka :
sy1 = 

sy2 = 

sy3 = 

sy4 = 


3. Regangan
e = 

Dimana :
L2 = Panjang setelah putus (mm)
L1 = Panjang awal (mm)
Maka :
e1 = 

e2 = 

e3 = 

e4 = 


4. Modulus Elastisitas

Dimana :



E1 = 

E2 = 

E3= 

E4 = 

![]() | |||||||
![]() | |||||||
| |||||||
| |||||||

![]() |
Gambar 4.2. Grafik beban-pertambahan panjang pada Elektroda E6013
spesimen 1
| |||
![]() |
|

|
|

|
Gambar 4.3. Grafik beban-pertambahan panjang pada Elektroda E6013
spesimen 2
![]() |

Gambar 4.4. Grafik beban-pertambahan panjang pada Elektroda E6013
spesimen 3
![]() | |||
| |||

Gambar 4.5. Grafik beban-pertambahan panjang pada Elektroda E6013
spesimen 4
Tabel 4.4.. Hasil dari perhitungan pada Elektroda E6013
| | Elektroda E6013 | Rata-rata | ||
SPESIMEN | A | B | C | D | |
Tegangan luluh | 34.44 | 31.70 | 33.34 | 32.25 | 32.936 |
tegangan tarik | 48.106 | 48.653 | 47.56 | 45.92 | 47.55 |
regangan | 19.6 | 20 | 16 | 13.2 | 17.2 |
Dari data diatas tegangan luluh yang paling besar terdapat pada spesimen A yaitu sebesar 34.44 kg/mm2 sedangkan yang terkecil pada spesimen B yaitu sebesar 31.70 kg/mm2. Sementara untuk tegangan tarik yang terbesar adalah 48.653 kg/mm2 sedangkan yang terkecil adalah 47.56 kg/mm2 untuk regangan yang terbesar adalah 20 % sedangkan yang terkecil adalah 13.2 %
4.3. Perhitungan Nilai Kekuatan Tarik Elektroda E 7016
Sesuai dengan bentuk dan ukuran spesimen uji tarik standar ASTM, maka didapat hasil seperti terlihat pada tabel 4.5.
Tabel 4.5.. Perhitungan Nilai kekuatan tarik pada Elektroda E7016
Batang uji | Sampel 1 | Sampel 2 | Sampel 3 | Sampel 4 |
Lebar x tebal (mm) | 12,5 x 6 | 12,5 x 6 | 12,5 x 6 | 12,5 x 6 |
Luas penampang (mm2) | 75 | 75 | 75 | 75 |
Panjang ukur (mm) | 50 | 50 | 50 | 50 |
Beban luluh (kg/mm | 31.63 | 295.8 | 343.2 | 315.8 |
Beban maksimum (kg/mm) | 44.51 | 45.04 | 46.11 | 46.65 |
Beban patah (kg) | 3444 | 3403 | 3526 | 3567 |
Panjang setelah putus (mm) | 59.2 | 58.2 | 60.2 | 56.6 |
Regangan (%) | 18.4 | 17.2 | 20.4 | 13.2 |
Modulus Elastisitas | 24.18 | 26.18 | 22.60 | 35.25 |
Daerah Putus | Logam Induk |
Maka untuk memperoleh kekuatan tarik, kuat luluh dan regangan dari spesimen tersebut maka digunakan persamaan pada bab 2 yang mana nilai beban ulur dan beban maksimum yang didapat dari tabel 4.5. perhitungannya adalah sebagai berikut :
1. Kekuatan Tarik untuk Elektroda E7016
su = 

Dimana :
Fu = Beban maksimum (kgf)
A0 = Luas penampang (mm2)
Maka :
su1 = 

su2 = 

su3 = 

su4 = 


2. Kekuatan luluh
sy = 

Dimana :
Fy = Beban luluh (kgf)
A0 = Luas penampang (mm2)
Maka :
sy1 = 

sy2 = 

sy3 = 

sy4 = 


3. Regangan
e = 

Dimana :
L2 = Panjang setelah putus (mm)
L1 = Panjang awal (mm)
Maka :
e1 = 

e2 = 

e3 = 

e4 = 


4. Modulus Elastisitas

Dimana :



E1 = 

E2 = 

E3= 

E4 = 


![]() | |||||||||
| |||||||||
| |||||||||
| |||||||||
| |||||||||
|

Gambar 4.6. Grafik beban-pertambahan panjang pada Elektroda E7016
spesimen 1
![]() | |||
| |||

Gambar 4.7. Grafik beban-pertambahan panjang pada Elektroda E7016
spesimen 2
![]() | |||
| |||
![]() |
Gambar 4.8. Grafik beban-pertambahan panjang pada Elektroda E7016
spesimen 3
| |||||||||||
![]() | |||||||||||
| |||||||||||
| |||||||||||
| |||||||||||
| |||||||||||

|

Gambar 4.9. Grafik beban-pertambahan panjang pada Elektroda E7016
spesimen 4
Tabel 4.6. Hasil dari perhitungan pada Elektroda E7016
| Elektroda E7016 | Rata-rata | |||
SPESIMEN | A | B | C | D | |
Tegangan luluh | 32.25 | 30.613 | 34.986 | 32.198 | 32.507 |
tegangan tarik | 45.37 | 45.92 | 47.13 | 47.56 | 46.46 |
regangan | 18.4 | 17.2 | 20.4 | 13.2 | 17.3 |
Dari data diatas tegangan luluh yang paling besar terdapat pada spesimen C yaitu sebesar 34.98 kg/mm2 sedangkan yang terkecil pada spesimen B yaitu sebesar 30.61 kg/mm2. Sementara untuk tegangan tarik yang terbesar adalah 47.56 kg/mm2 sedangkan yang terkecil adalah 45.37 kg/mm2 untuk regangan yang terbesar adalah 20.4 % sedangkan yang terkecil adalah 13.2 %
4.4. Hasil Pengujian Uji Tekuk.
4.4.1. Data Pengujian
Mesin uji : Universal Hidrolik Testing Machine Kapasitas 200 KN
Temperatur : 26oC
Tabel 4.7. Hasil pengujian tekuk
Sampel | No | P (kg) | l (mm) | b (mm) | t (mm) | δ (mm) |
Elektroda E 6013 | 1 | 492 | 75.6 | 20 | 6 | 15.17 |
2 | 451 | 75.6 | 20 | 6 | 9.84 | |
3 | 574 | 75.6 | 20 | 6 | 10.25 | |
Elektroda E7016 | 1 | 533 | 75.6 | 20 | 6 | 943 |
2 | 512 | 75.6 | 20 | 6 | 1066 | |
3 | 369 | 75.6 | 20 | 6 | 902 |
4.4.2. Pengolahan data
Pada Elektroda E6013
a. Tegangan Lentur (σf)
σf = 

Dimana :
P = Beban (kgf)
l = Panjang tumpuan (mm)
b = lebar (mm)
t = tebal (mm)
σf1 = 

σf2 = 

σf3 = 

b. Regangan Lentur
ε = 

ε1 = 

ε2 = 

ε3 = 

c. Modulus lentur (E)
E = 

E1 = 

E2 = 

E3 = 

Pengolahan Data Elektroda 7016
- Pada Elektroda E7016
a. Tegangan Lentur (σf)
σf = 

σf1 = 

σf2 = 

σf3 = 

b. Regangan Lentur
ε = 

ε1 = 

ε2 = 

ε3 = 

c. Modulus lentur (E)
E = 

E1 = 

E2 = 

E3 = 

4.5. Hasil Pengamatan Metalografi
Mesin uji : Optikal Mikroskop
Temperatur : 26 oC
Larutan Etsa : Etanol + HNO3
Pengamatan metalografi bertujuan untuk mengetahui struktur mikro yang terdapat pada sebuah spesimen sehingga memudahkan kita dalam menganalisa struktur mikro spesimen tersebut. Hasil pengujian ini merupakan data pendukung atau data penguat terhadap pengujian bending dan pengujian tarik yang dilakukan.
· Pengamatan Metalografi E6013
Logam Induk E6013
|

|


Gambar 4.10. Photo struktur mikro daerah garis lebur dengan pembesaran 50 x
Pada gambar 4.10 bisa kita lihat bahwa kandungan yang terdapat adalah ferrit dan perlit, kita bisa lihat bahwa kandungan ferrit lebih dominan dari pada perlit. Pengaruh ini akibat masukan panas dan jenis fluks elektroda yang digunakan. Pada pembesaran ini kita bisa lebih jelas melihat kandungan yang terdapat pada garis lebur.
Daerah HAZ E6013


|
|

Gambar 4.11. Photo struktur mikro daerah Daerah HAZ dengan pembesaran 10 x
Pada gambar 4.11 menunjukkan bahwa struktur antara perlit dan ferrit ini hampir dominan ferrit. Pada daerah ini merupakan daerah yang terkena pengaruh panas dari pengelasan sehingga strukturnya kelihatan lebih padat antara perlit dan ferrit. Pada pengujian ini dilakukan pembesaran sebesar 50 x. pada pembesaran ini kita bisa lebih jelas melihat kandungan yang terdapat pada daerah HAZ.
|


|

Gambar 4.12. Photo struktur mikro daerah logam lasan dengan pembesaran 10 x
Pada gambar 4.12, struktur mikro yang terjadi antara perlit dan ferrit dominan ini dikarenakan oleh pembekuan logam las terjadi didaerah lasan yang bersentuhan dengan logam induk yaitu garis lebur, disini lebih dominan perlit menunjukkan struktur yang terbentuk adalah ferit dan ferit halus. Struktur mikro disini terlihat untuk ferit pada batas logam induk tersusun padat.
· Pengamatan Metalografi E7016
Logam Induk E7016
|


|

Gambar 4.13 . Photo struktur mikro daerah garis lebur dengan pembesaran 50 x
Pada gambar 4.13 bisa kita lihat bahwa kandungan yang terdapat adalah ferrit dan perlit, kita bisa lihat bahwa kandungan ferrit lebih dominan dari pada perlit. Pengaruh ini akibat masukan panas dan jenis fluks elektroda yang digunakan. Pada pembesaran ini kita bisa lebih jelas melihat kandungan yang terdapat pada garis lebur.
Daerah HAZ E7016
|

|


Gambar 4.14.photo struktur mikro daerah Daerah HAZ dengan pembesaran 10 x
Pada gambar 4.14 menunjukkan bahwa struktur antara perlit dan ferrit ini hampir dominan perlit. Pada daerah ini merupakan daerah yang terkena pengaruh panas dari pengelasan sehingga strukturnya kelihatan lebih padat antara perlit dan ferrit. Pada pengujian ini dilakukan pembesaran sebesar 50 x. pada pembesaran ini kita bisa lebih jelas melihat kandungan yang terdapat pada daerah HAZ.
Logam lasan E7016
|

|


Gambar 4.15. Photo struktur mikro daerah logam lasan dengan pembesaran 10 x
Pada gambar 4.15, struktur mikro yang terjadi antara perlit dan ferrit dominan ini dikarenakan oleh pembekuan logam las terjadi didaerah lasan yang bersentuhan dengan logam induk yaitu garis lebur, disini lebih dominan ferit menunjukkan struktur yang terbentuk adalah ferrit dan ferrit halus. Struktur mikro disini terlihat untuk ferrit pada batas logam induk tersusun padat.
4.6. Analisa Pengujian
4.6.1. Umum
Pada bab ini dilakukan analisa terhadap hasil uji yang dimaksudkan untuk mencari fenomena – fenomena yang terjadi pada setiap sample yang sudah dibuat. Sehingga analisa ini, dapat disimpulkan kelebihan dan kekurangannya masing-masing bahan standar penerimaan hasil uji sebagai skala ukur.
Pada proses ini, analisa yang akan dilakukan meliputi analisa terhadap hasil pengujian dari bahan awal , analisa hasil proses pengelasan SMAW dengan pengaruh penggunaan elektroda yang dilakukan pada setiap sample penelitian dan analisa terhadap hasil pengujian akhir, yaitu pengujian tarik, bending, struktur mikro dari hasil pengelasan.
4.6.2. Hasil Pengelasan
Material yang dilas akan mengalami suatu perubahan sifat-sifat tertentu, hal ini dikarenakan oleh beberapa parameter yang terkait dalam proses pengelasan, salah satunya adalah masukan panas pengelasan yang diterima oleh material.
Proses pengelasan pada penelitian ini perubahannya tidak terlalu mencolok dikarenakan keluaran panas yang diberikan oleh kedua elektroda tersebut hampir sama, dari masalah ini dapat dilihat jelas grafik pada tabel 4.10 dan gambar 4.17.
Tabel 4.8. Perbandingan Hasil Pemasukan panas
![]() | Masukan Panas Rata-rata |
A ( AWS E6013 | 17853.69 |
B (AWS E7016 | 12319.24 |
Gambar. 4.16. Grafik Hubungan antara Perbedaan Jenis Elektroda dengan Masukan Panas Pengelasan Rata-rata
Pada gambar 4.16. terlihat bahwa dengan mengunakan elektroda E6013 masukan panas rata-rata lebih tinggi dibandingkan E7016, karena pada saat pengelasan pada setiap layer arus yang digunakan itu sudah berbeda dari Elektroda E7016, makanya masukan panas yang terjadi sangat tinggi dibandingkan mengunakan Elektroda E6013. Jika arus listrik yang digunakan besar maka butiran logam cair yang terbawa menjadi halus, sebaliknya arus listrik yang kecil menyebabkan butiran logam cair yang terbawa menjadi kasar. Pola pemindahan logam cair mempengaruhi bentuk manik las dan kedalaman penetrasi. Sedangkan pola pemindahan cairan dipengaruhi oleh besar kecilnya arus dan komposisi bahan fluks yang digunakan.
4.6.3. Hasil Tarik Las
Dari hasil pengujian tarik yang dilakukan pada masing-masing sampel, didapat bahwa Elektroda E6013 mempunyai nilai kekuatan tarik rata-rata yaitu 45.76 kg/mm2, sementara untuk Elektroda E7016 didapat kekuatan tarik sebesar 45.57 kg/mm2, dari hasil diatas maka penulis dapat menyimpulkan bahwa kekuatan tarik yang paling besar adalah pada Elektroda E6013 karena elektroda tersebut mempunyai kekuatan tarik yang lebih besar dibandingkan dengan E7016,dimana pada E6013 memiliki fluks sangat halus sehingga kekuatannya meningkat. Karakteristik dari fluks ini dapat meningkatkan kualitas sambungan las yang diindikasikan dengan meningkatnya sifat mekanik logam lasan
Dari nilai ini maka penulis menyimpulkan bahwa kekuatan tarik spesimen uji menunjukkan kenaikkan, maka hasil pengujian pada setiap sampel tersebut semuanya memenuhi standar pengujian. Perbandingan kekuatan tarik bahan sebelum dilas dengan bahan yang sudah dilas dengan spesifikasi kekuatan tarik ST 40 dapat dilihat pada tabel 4.9.
Tabel 4.9. perbandingan sifat mekanis bahan dengan perbedaan Elektroda
| Kekuatan tarik Kg/mm2 | Kekuatan luluh Kg/mm2 | Regangan |
Batang Uji Sebelum dilas | 40.21 | 30.36 | 16.4 |
Hasil Las A ( E6013) | 47.55 | 32.936 | 17.2 |
Hasil Las B (E7016) | 46.46 | 32.507 | 17.3 |

Pada tabel 4.9. merupakan tabel perbandingan kekuatan tarik antara logam dasar dengan logam yang sudah dilas, dimana untuk memasuki kategori logam baja ST 40 sudah melampaui standar, dimana kekuatan tarik itu sendiri sangat berpengaruh pada elektroda yang digunakan. Hal ini dikarenakan pengaruh unsur-unsur dari fluks dari elektroda tersebut sesuai dengan karakteristik dari masing-masing elektroda tersebut, dimana pada Elektroda 6013 tergolong dalam Jenis Rutile Coating yang mempunyai komposisi 50% (TiO2) Rutile dan bahan Fluks E6013 terbuat dari Low Hydrogen Potasium yang mempunyai kandungan hidrogen terendah,manik/Kristal las yang dihasilkan oleh fluks ini sangat halus sehingga kekuatan tariknya meningkat dan dapat meningkatkan kualitas sambungan las yang diindikasikan dengan meningkatnya sifat logam lasan.
Pada tabel. 4.9. Merupakan tabel sifat mekanis rata-rata yang terjadi pada
masing-masing sample, dimana untuk kekuatan tarik dan kuat ulur yang paling tinggi yaitu dengan menggunakan elektroda E6013 sedangkan untuk paling lunak yaitu dengan menggunakan elektroda E7016. Dimana untuk kekuatan tarik rata-rata atau kekuatan keseluruhan, untuk kekuatan tarik yaitu 47,55 kg/mm2 sedangkan untuk kuat ulurnya 32,94 kg/mm2 dan untuk regangannya 17.2 %. Jumlah rata-rata ini sudah melebihi standar kekuatan tarik logam dasar ini menunjukkan penggunaan elektroda tersebut sudah maksimal terhadap kekuatan pelat itu sendiri.
Panas yang sangat tinggi dengan proses pendinginan yang lambat akan terbentuk struktur yang kurang tangguh dan kurang kuat dibandingkan struktur yang terbentuk dengan panas yang tidak terlalu tinggi dan dengan pendingin yang lebih cepat.
Kekuatan tarik dari hasil pengelasan lebih besar daripada kekuatan tarik logam dasar sebelum dilas, hal ini disebabkan karena bahan yang dilas akan terbentuk suatu yang baru pada daerah pengelasannya, dimana struktur yang baru terbentuk tersebut dapat meningkatkan kekuatan dari bahan itu sendiri.
Dari hasil pengelasan pengujian ini diketahui bahwa lokasi putus sewaktu pengujian tarik dilakukan terhadap hasil pengelasan adalah terjadi pada logam induk. Hal ini dikarenakan logam induk adalah daerah yang tidak mengalami perubahan akibat siklus termal pengelasan, sehingga struktur yang memperkuat kekuatan yang terbentuk akibat siklus termal pengelasan tidak terdapat pada logam induk, oleh sebab itu putus akibat tarikan terjadi pada daerah ini karena memiliki kekuatan yang lebih rendah dari daerah pengelasan.
Hasil uji tarik las yang dilakukan memperlihatkan bahwa sample Elektroda E6013 kuat tariknya lebih besar dibandingkan sample Elektroda E7016, ini disebabkan jenis elektroda pada semple E6013 cocok untuk pengelasan cover dan cukup baik untuk pengelasan yang ketebalan ketebalan pelatnya sama dibandingkan sample E7016 .
Hubungan antara besar perbedaan elektroda dengan nilai kekuatan tarik yang dicapai pada hasil pengujian dapat dilihat pada grafik yang ditunjukkan gambar 4.17, dan hubungan antara masukan panas rata-rata yang diterima setiap sampel terhadap kekuatan tarik yag dicapainya dapat dilihat grafik yang ditunjukkan gambar 4.17.
![]() |
Gambar 4.17. Grafik Hubungan antara Perbedaan Elektroda dengan
Kekuatan Tarik
Pada gambar 4.17.merupakan grafik hubungan antara perbedaan elektroda dengan kekuatan tarik, dimana disini terlihat dengan mengunakan elektroda E6013 kekuatan tariknya lebih tinggi dibandingkan E7016,
4.6.4. Analisa Uji Bending
Pada sub bab ini melakukan analisa terhadap hasil uji yang dimaksudkan untuk mencari fenomena-fenomena yang terjadi pada setiap sampel yang udah dibuat. Sehingga melalui analisa ini, dapat disimpulkan kelebihan dan kekurangannya masing-masing dengan standar penerimaan hasil uji sebagai skala ukurnya.
Pada penelitian ini, analisa yang akan dilakukan meliputi analisa terhadap hasil pengujian tarik, analisa hasil pengujian bending, dan analisa struktur mikro dari hasil pengelasan yang dilakukan.
Untuk analisa hasil uji bending atau tekuk disini penulis membandingkan kekuatan tekan dari ketiga spesimen uji dimana kekuatan tekan yang paling tinggi yaitu pada Elektroda E6013 untuk lebih jelas mengenai hasil perhitungan uji bending dapat dilihat pada tabel 4.13.
Tabel 4.10. Hasil perhitungan pengujian bending
| Elektroda E6013 | Elektroda E7016 |
tegangan | 79.30 | 49.07 |
regangan | 0,73 | 0,72 |
Modulus Lentur | 355.19 | 121.24 |
Pada tabel 4.10. Dapat dilihat bahwa tegangan yang paling besar yaitu 79.30 kg/mm2 yaitu pada Elektroda 6013 dan tegangan yang paling kecil yaitu pada Elektroda E 7016 Dengan tingginya nilai pada Elektroda 6013 dengan pelat penguat tunggal maka elektroda ini paling bagus digunakan dibandingkan dengan elektroda E7016 pada baja ST 40. karena Elektroda 6013 memiliki fluks TiO2 mampu menahan masuknya gas- gas selama proses dan pelindung yang baik dalam bentuk slag. Kemampuan memberikan penetrasi yang dalam dan travel speed yang tinggi menyebabkan gas-gas tidak sempat masuk. Semakin sedikit gas-gas yang terperangkap semakin sedikit void yang terdapat pada logam lasan dan akhirya kekuatan bending akan lebih baik pada pengujian bending

Pengamatan metalografi bertujuan untuk mengetahui srtuktur mikro yang terdapat pada sebuah spesimen sehingga memudahkan kita dalam menganalisa struktur mikro spesimen tersebut. Hasil pengujian ini merupakan data pendukung atau data penguat terhadap pengujian tarik yang dilakukan. Pada sample ini struktur mikro yang terbentuk adalah ferit dan perlit dan pada sample ini dominan oleh struktur ferit. Butiran yang terbentuk memanjang atau disebut dengan struktur kolom. Hal ini disebabkan karena pada saat pembekuan logam las dimulai pada daerah yang bersentuhan dengan logam induk, yaitu ketika panas dari logam cair yang bersentuhan dengan logam induk akan mendingin terlebih dahulu sampai titik beku, dimana kemudian inti-inti kristal tumbuh. Bagian tengah dari logam las akan membeku lebih lambat dari pada bagian luar (bagian yang bersentuhan dengan logam induk), sehingga kristal-kristal tumbuh memanjang seperti kolom, seperti yang terlihat pada gambar sebelumnya. Struktur yang terkandung pada spesimen uji . karena Efek paling besar diberikan oleh Fluks TiO2 dengan ukuran butir paling kecil. Dari penelitian sebelumnya pada pengelasan SMAW ST40, TiO2 mempunyai pengaruh yang signifikan pembentuk ferrite dan menekan jumlah perlit. Dengan kata lain, tranformasi ke ferrite di percepat oleh fluks TiO2 ini. Jika proses transpormasi di-fasilitasi oleh fluks ini berarti pengintian fasa feritte yang lebih banyak dan menghasilkan fasa ferrite yang lebih halus. Hal ini akan memperkuat logam las, Semakin sedikit jumlah perlit menunjukkan kandungan karbon yang semakin rendah dari logam.Bagian yang gelap merupakan fasa pearlite sedangkan bagian yang terang adalah fasa ferrite.dan telah dibuktikan pada pengujian tarik, dan uji bending.
Pembahasan
Data dari hasil penelitian diketahui ada perbedaan struktur mikro, , kekuatan tarik, ketangguhan dari kelompok yang dikenai proses pengelasan dengan 2 variasi Elektroda yaitu Elektroda E6013 dan Elektroda E7016
Dari hasil pengujian stuktur mikro diketahui luas daerah pengaruh panas (HAZ) spesimen hasil pengelasan dengan elektroda E6013 lebih sempit dengan butiran yang lebih kasar dibanding spesimen hasil pengelasan dengan elektroda E7016. Dari hasil pengujian tarik diketahui perbandingan spesimen hasil pengelasan dengan elektroda E6013 dan E7016 adalah kekuatan tarik maksimum adalah kekuatan tarik maksimum, 47.55 kg/mm2, 46.46 kg/mm2, kekuatan luluh, 32.936 kg/mm2, 32.507 kg/mm2, regangan patah , 17.2 %, 17.3 %, modulus elastisitas 28.34 kg/mm2, 27.58kg/mm2, dan ketangguhannya pada pengujian bending Elektroda E6013 memiliki kelenturan yang kuat untuk ST 40, sehingga kecenderungan perbedaan penggunaan elektroda E6013 dan E7016 hanya pada regangan dan ketangguhannya saja. Berdasarkan kekuatan tarik maksimum dan ketangguhan spesimen hasil pengelasannya, penggunaan elektroda E6013 lebih baik dan cocok untuk baja karbon ST40 dalam proses pengelasan elektroda terbungkus dengan kampuh V tunggal. Hal ini dikarenakan pengaruh unsur-unsur dari fluks dari elektroda tersebut sesuai dengan karakteristik dari masing-masing elektroda tersebut, dimana pada Elektroda 6013 tergolong dalam Jenis Rutile Coating yang mempunyai komposisi 50% (TiO2) Rutile dan bahan Fluks E6013 terbuat dari Low Hydrogen Potasium yang mempunyai kandungan hidrogen terendah,manik/Kristal las yang dihasilkan oleh fluks ini sangat halus sehingga kekuatan tariknya meningkat dan dapat meningkatkan kualitas sambungan las yang diindikasikan dengan meningkatnya sifat logam lasan. mampu menahan masuknya gas- gas selama proses dan pelindung yang baik dalam bentuk slag. Kemampuan memberikan penetrasi yang dalam dan travel speed yang tinggi menyebabkan gas-gas tidak sempat masuk. Semakin sedikit gas-gas yang terperangkap semakin sedikit void yang terdapat pada logam lasan dan akhirnya kekuatan bending akan lebih baik
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN
A. Kesimpulan
Dari hasil analisa data percobaan yang dilakukan pada bab sebelumnya, maka dapat disimpulkan beberapa hal sebagai berikut:
- Masukkan panas pada proses pengelasan dengan elektroda AWS E6013 lebih tinggi dibandingkan dengan elektroda AWS E 7016, yang mempengaruhi tingginya masukan panas rata-rata pada masing specimen yaitu arus, tegangan, waktu dan kecepatan pengelasan. Jika arus listrik yang digunakan besar maka butiran logam cair yang terbawa menjadi halus, sebaliknya arus listrik yang kecil menyebabkan butiran logam cair yang terbawa menjadi kasar. Pola pemindahan logam cair mempengaruhi bentuk manik las dan kedalaman penetrasi. Sedangkan pola pemindahan cairan dipengaruhi oleh besar kecilnya arus dan komposisi bahan fluks yang digunakan.
- Dari hasil pengelasan pengujian ini diketahui bahwa lokasi putus sewaktu pengujian tarik dilakukan terhadap hasil pengelasan adalah terjadi pada logam induk. Hal ini dikarenakan logam induk adalah daerah yang tidak mengalami perubahan akibat siklus termal pengelasan, karena struktur yang memperkuat kekuatan yang terbentuk akibat siklus termal pengelasan tidak terdapat pada logam induk, oleh sebab itu putus akibat tarikan terjadi pada daerah ini karena memiliki kekuatan yang lebih rendah dari daerah pengelasan.
- Nilai kekuatan tarik untuk spesimen kualitas kekuatan tarik ST 40 kelompok pengelasan E6013 tinggi dibandingkan kelompok Elektroda 7016. yaitu 47.55 kg/mm2 untuk nilai kekuatan tarik E 6013 dan 46.46 kg/mm2 untuk E 7016, Hal ini dikarenakan pengaruh unsur-unsur dari fluks dari elektroda tersebut sesuai dengan karakteristik dari masing-masing elektroda tersebut, dimana pada Elektroda 6013 tergolong dalam Jenis Rutile Coating yang mempunyai komposisi 50% (TiO2) Rutile dan bahan Fluks E6013 terbuat dari Low Hydrogen Potasium yang mempunyai kandungan hidrogen terendah,manik/Kristal las yang dihasilkan oleh fluks ini sangat halus sehingga kekuatan tariknya meningkat dan dapat meningkatkan kualitas sambungan las yang diindikasikan dengan meningkatnya sifat logam lasan.
- Nilai tegangan patah dan ketangguhan kelenturan untuk spesimen kelompok 6013 mempunyai nilai paling tinggi dibandingkan kelompok Elektroda E7016. Nilai rata-ratanya tegangan sebesar 79.30 dan 74.25 hal ini dikarenakan fluks TiO2 mampu menahan masuknya gas- gas selama proses dan pelindung yang baik dalam bentuk slag. Kemampuan memberikan penetrasi yang dalam dan travel speed yang tinggi menyebabkan gas-gas tidak sempat masuk. Semakin sedikit gas-gas yang terperangkap semakin sedikit void yang terdapat pada logam lasan dan akhirya kekuatan bending akan lebih baik.
- Struktur mikro daerah logam las pada Elektroda E6013 mempunyai daerah struktur kolumnar yang paling besar dibandingkan kelompok variasi pengelasan yang menggunakan kawat Elektroda E7016. karena Efek paling besar diberikan oleh Fluks TiO2 dengan ukuran butir paling kecil. Dari penelitian sebelumnya pada pengelasan SMAW ST 40, TiO2 mempunyai pengaruh yang signifikan pembentuk ferrite dan menekan jumlah perlit. Dengan kata lain, tranformasi ke ferrite di percepat oleh fluks TiO2 ini. Jika proses transformasi di-fasilitasi oleh fluks ini berarti pengintian fasa feritte yang lebih banyak dan menghasilkan fasa ferrite yang lebih halus. Hal ini akan memperkuat logam las, Semakin sedikit jumlah perlit menunjukkan kandungan karbon yang semakin rendah dari logam.Bagian yang gelap merupakan fasa pearlite sedangkan bagian yang terang adalah fasa ferrite.dan telah dibuktikan pada pengujian tarik, dan uji bending.
B. Saran
- Perlu dilakukan penelitian lanjutan setelah selesai pengelasan hendaknya benda kerja dilakukan postweld heat treatment untuk meminimalis terjadinya retak dan mengurangi tegangan sisa yang terjadi.
- Jika mengelas dengan elektroda E7016 sebaiknya menggunakan arus dari 115 sampai 165, karena jika kurang maka penembusan yang terjadi akan kecil dan jika lebih dari 165 Amper akan menyebabkan busur listrik yang tejadi tinggi sekali sehingga akan menyebabkan pencairan logam induk besar.
- Sebaiknya dilakukan pemanasan elektroda terlebih dahulu sebelum dilakukan pengelasan untuk menghilangkan hidrogen yang ada pada flux, karena hidrogen akan menyebabkan las-lasan menjadi berkualitas jelek.
Nice info :)
BalasHapusPlease visit our website www.thermindo.com to find out more details about welding & cutting solution.
sistem monitoring memang sangat diperlukan dalam suatu proses industri, btw artikel ini sangat bermanfaat untuk saya. terimakasih
BalasHapusUniversal Testing Machine
Bagus Gan, Lengkap informasinya.
BalasHapusKalau mau cek sambungan las lasannya coba dengan ini gan
UT Flaw Detector
Terima kasih
Salam
Best 8 Asian Casinos in 2021 - The Wire, World's Largest Online
BalasHapusBest 8 바카라 사이트 유니 88 Asian Casinos in 2021 · 7.88Casino · 888Casino · 888Casino.lv · 888Casino · 888Casino.lv · 888Casino.lv